Ahad 23 Sep 2012 10:40 WIB

'Kemarin Kritik Habis Polri Soal Teroris, Sekarang Mendukung'

Ketua Presidium IPW Neta S Pane
Ketua Presidium IPW Neta S Pane

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) memberikan apresiasi terhadap Kepolisian Negara RI (Polri) yang akhir-akhir ini bekerja maksimal terhadap teroris.

"Polri akhir-akhir ini bekerja maksimal dengan melakukan deteksi dan antisipasi dini, sehingga sebelum orang-orang yang disebut sebagai teroris beraksi sudah berhasil ditangkap," kata Ketua Presidium IPW, Neta S. Pane di Jakarta, Ahad (23/9).

Melihat karakter kasus bom di Tambora, Beiji, dan Jebres, Solo tampaknya patut diwaspadai akan adanya serangan teror baru, ujarnya.

Ada empat indikasi yang patut dicermati Polri. Pertama, momentum peringatan Bom Bali 1 pada 12 Oktober dan Bom Bali 2 pada 1 Oktober. Kedua, pada 20 Mei 2011 Polri pernah umumkan 15 bom aktif masih berada di tangan lima orang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) di antaranya ada di kelompok Sigit Qurdowi di Cirebon pada kasus bom bunuh diri di Polres Cirebon.

Ketiga, kelompok Solo sejak beberapa tahun terakhir dibawa kendali kelompok Sigit Qurdowi dan Sigit tewas ditembak polisi tahun 2011. Pada masa hidupnya ia berhasil merekrut anak-anak muda yang militan dan dia disebut Amir (ketua, red) oleh kadernya.

"Sigit adalah pemasok bahan pembuatan bom ke jaringan Cirebon, setelah kematian Sigit anak buahnya selalu berusaha melakukan aksi teror besar tapi tak pernah terlaksana karena keburu diciduk polisi," papar Neta.

Keempat, kasus bom di Tambora, Beiji dan Jebres memiliki kesamaan karakter. Dari fakta-fakat di tempat kejadian perkara (TKP) terlihat banyak kecerobohan, ucapnya.

"Ini menunjukkan bahwa mereka adalah pemain baru. Pertanyaannya kemudian, siapa yang merekrut, membina dan melatih mereka membuat bom. Sepertinya, orang ini belum tertangkap dan masih berkeliaran," kata Neta.

Dalam jaringan teroris Indonesia pascareformasi ada "struktur acak" yang terdiri dari penyandang dana, pemimpin, pencari dana, perekrut, pelatih bom, pelatih lapangan, pembuat bom,?pemantau lokasi, juru picu dan 'pengantin'. Namun mereka tidak pernah memiliki tim propaganda dan negosiator seperti teroris di luar negeri, ujarnya.

"Mata rantai struktur ini masih sulit diputus aparat keamanan, sehingga aksi-aksi sporadis kerap bermunculan. Dan yang harus diwaspadai saat ini adalah aksi sentimentil para teroris dalam mengenang kasus bom Bali yang indikasinya sudah bermunculan," tukas Neta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement