REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pondok Pesantren Mahasiswa (Pesma) Al-Hikam Malang dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar pelatihan antiteror dan radikalisme selama tiga hari di Pesma setempat.
Pelatihan yang diikuti oleh 55 orang peserta dari berbagai organisasi kepemudaan dan mahasiswa tersebut dibuka oleh Sekjen International Conference for Islamic Scholars (ICIS) Dr KH Ahmad Hasyim Muzadi, Jumat (21/9) malam.
Dalam sambutannya KH Hasyim Muzadi mengatakan, kekerasan atau radikalisme dan terorisme agama bagi Indonesia merupakan tamparan keras karena menjadikan negeri ini sempat diawasi oleh negara lain yang mayoritas penduduknya nonmuslim, terutama Eropa.
"Padahal, Islam di Indonesia merupakan Islam moderat sekaligus Indonesiawi, Rahmatain Lilallamin, bukan Islam yang radikal dan penyebar terorisme," tegasnya.
Menurut mantan Ketua PBNU itu, ada empat hal yang membuat radikalisme dan terorisme di Indonesia tetap tumbuh dan berkembang, bahkan sulit diberantas, yakni pertama, munculnya reformasi yang kebablasan.
Faktor kedua adalah pagar berupa peraturan perundang-udangan yang diterapkan selama Orde Baru dibuka lebar pada masa reformas. ketiga, pembuat kebijakan masih berorientasi sempit pada kepentingan partai yang belum meng-Indonesiawi dan satu ideologi (Pancasila) serta adanya dugaan keterlibatan oknum aparat yang ikut bermain.
Sementara itu, Kepala BNPT Ansyaad Mbai mengingatkan, ancaman radikalisme dan terorisme di Indonesia semakin hari semakin serius. Menurut dia, berbagai insiden dan meledaknya bom di sejumlah lokasi di Tanah Air ini diakukan oleh Jamaah Islamiah (JI), karena JI menganggap umat Islam di luar kelompok mereka adalah thogut (musuh Allah di muka bumi).
"Ini menjadi tugas kita semua, para tokoh lintas agama, ulama, pengasuh ponpes, tokoh masyarakat dan para peserta pelatihan yang diharapkan menjadi ujung tombak dari upaya bersama untuk mengantisipasi penyebaran faham terorisme dan radikalisme agama," tegasnya.