REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia menduduki peringkat 129 di dunia dalam hal kemudahan perizinan untuk pengusaha berdasarkan pemeringkatan oleh International Finance Corporation (IFC) Juli silam. Sedangkan dari sisi infrastruktur, Indonesia berada di peringkat 76 dari 142 negara berdasarkan pemeringkatan World Economic Forum 2012.
Menurut Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Didik J. Rachbini, kedua hal di atas menggambarkan buruknya birokrasi di tanah air. Baik itu di tingkat pusat maupun tingkat daerah.
"Birokrasi itu penghambat yang luar biasa," tutur Didik kepada wartawan sebelum konferensi pers terkait penyelenggaraan Rapat Pimpinan Nasional (Kadin) 2012 di Jakarta, Rabu (19/9).
Didik menjelaskan, hambatan dari birokrasi amat dirasakan kalangan dunia usaha di daerah khususnya dalam pengurusan izin usaha. Waktu pengurusan izin usaha bisa memakan waktu yang lama yakni antara tiga sampai lima bulan.
"Belum lagi adanya berbagai macam pungli (pungutan liar)," kata Didik. Ekonom asal Institut Pertanian Bogor (IPB) ini menambahkan, gambaran lain dari buruknya birokrasi dapat dilihat anggaran perjalanan dinas dalam APBN yang berkisar antara Rp 20 triliun sampai Rp 30 triliun per tahun.
Sedangkan di tingkat daerah, porsi APBD untuk belanja pegawai mencapai 80 hingga 90 persen. Padahal, lanjut Didik, anggaran sebesar itu dapat digunakan untuk membangun infrastruktur yang masih di rasakan sebagai penghambat dunia usaha seperti jalan.
Dengan asumsi satu km jalan membutuhkan anggaran sebesar Rp 3 miliar, maka dari anggaran Rp 30 triliun dapat dibangun 10 ribu km jalan baru. "Akhirnya, rakyat membayar pajak hanya untuk membayari birokrasi," jelas Didik.