Ahad 16 Sep 2012 17:22 WIB

Pengamat: Soal Freeport, Jangan Dulu IPO

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Dewi Mardiani
Lokasi penambangan Freeport di Timika, Papua.
Lokasi penambangan Freeport di Timika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia menginginkan bisa memiliki saham Freeport hingga 51 persen. Saat ini, saham Freeport yang dimiliki Indonesia baru 9,3 persen.

Pengamat pertambangan, Marwan Batubara, mengatakan Indonesia harus bisa membuat Freeport melepaskan asetnya hingga dalam jangka waktu tertentu Indonesia bisa memiliki 51 persen saham Freeport. Sebelum proses divestasi ini tuntas, Marwan mengatakan, Freeport sebaiknya tidak melakukan penawaran saham (IPO).

Ia khawatir jika saham Freeport keburu ditawarkan untuk swasta, Freeport kembali dikuasai oleh orang-orang asing. Menurutnya, sebagai negara Indonesia harus berkomitmen untuk lebih dominan mengusasi lahan pertambangan. “Divestasi secara bertahap karena saham Freeport sangat mahal,” ujar Marwan, Ahad (16/9).

Harga saham Freeport hampir lima kali saham Aneka Tambang (Antam). Marwan mengatakan, saat pemerintahan Gus Dur dulu, Freeport pernah menjanjikan akan memberikan ganti rugi sebesar 5 miliar dolar AS atas isu kerusakan lingkungan. Saat itu, Rizal Ramli bertindak sebagai pihak yang melakukan kesepakatan dengan Freeport. Namun, belum selesai perjanjian itu ditindaklanjuti, pemerintahan Gus Dur sudah lebih dulu lengser.

Marwan mengatakan Indonesia bisa menagih janji yang pernah diberikan oleh Freeport. Dana itu, kata dia bisa digunakan sebagai salah satu sumber untuk membeli saham Freeport. Dengan begitu, beban negara untuk membeli saham Freeport tidak terlalu besar. Apalagi jika nilai 5 Miliar Dolar saat itu disesuaikan dengan nilai saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement