Kamis 13 Sep 2012 14:45 WIB

MK: Putaran Kedua Pemilukada DKI, Konstitusional

Ketua Hakim Konstitusi memimpin sidang pengujian materi undang-undang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta
Foto: Antara
Ketua Hakim Konstitusi memimpin sidang pengujian materi undang-undang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. MK juga menyatakan pemilihan putaran kedua konstitusional, karena tidak bertentangan dengan UUD 1945.

"Menyatakan menolak permohonan para pemohon," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD saat membacakan amar putusan sidang pengujian Pasal 11 ayat (2) UU DKI di Jakarta, Kamis (13/9). Mahfud mengatakan MK menilai permohonan para pemohon mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 11 ayat (2) UU DKI Jakarta tidak beralasan menurut hukum.

Dalam pertimbangannya, yang dibacakan Hakim Konstitusi Anwar Usman, MK menyatakan ketentuan mengenai pemilihan putaran kedua dalam Pasal 11 ayat (2) UU DKI Jakarta tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dikatakannya, MK menemukan fakta bahwa ketentuan berbeda dengan ketentuan Pasal 107 UU Pemda yang mengatur kondisi/prasyarat dilaksanakannya pemilihan putaran kedua dengan UU DKI Jakarta.

Anwar menyebutkan bahwa dalam UU Pemda mengatur bahwa pasangan terpilih adalah pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 persen. Dalam UU Pemda ini juga menyebutkan apabila tidak ada yang memperoleh lebih dari 50 persen, maka pasangan calon yang memperoleh suara terbesar di atas 30 persen dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.

Jika terdapat lebih dari satu pasangan calon yang menempati peringkat teratas perolehan suara di atas 30 persen, kata Anwar, maka dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti pemenang pertama dan pemenang kedua. Dalam Pasal 11 ayat (2) UU DKI Jakarta menyatakan bahwa pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50 persen ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Terpilih.

"Perbedaan tersebut tidak dengan sendirinya bertentangan dengan prinsip perlakuan yang sama yang dijamin oleh konstitusi UUD 1945, karena perbedaan tersebut dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945, yaitu pengaturan terhadap daerah-daerah yang bersifat khusus dan istimewa," kata Anwar.

Menurut pemohon, seharusnya ketentuan Pilgub mengacu pada Pasal 107 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda yang menyebutkan apabila tidak ada yang berhasil meraup suara 50 persen, pasangan calon yang mencapai 30 persen ditetapkan sebagai pemenang.

Pemohon mengatakan seharusnya pilkada DKI cukup berlangsung satu putaran, sehingga penetapan putaran kedua DKI Jakarta 2012 dinilai menghambur-hamburkan uang. Pemohon menganggap pilkada DKI Jakarta menggunakan dua UU yang saling bertentangan, karena itu para pemohon meminta MK membatalkan Pasal 11 ayat (2) UU DKI Jakarta itu karena dinilai bertentangan dengan 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement