REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Wacana sertifikasi ulama dipandang sebelah mata karena tidak sesuai tataran hakiki peranan ulama.
"Seorang ulama keilmuannya berdasarkan Alquran, bukan didasarkan pada pertimbangan profesi. Jadi, kriterianya jelas, ulama takutanya pada Allah, bukan pada selain Allah, apalagi pembuat sertifikat," tegas Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI) KH Ahmad Satori Ismail.
Dasar-dasar agama yang kuat pun wajib dimiliki seorang Muslim. Namun, imbuh Satori, julukan ulama ataupun kiai muncul dari pengakuan masyarakat terhadap seorang Muslim yang menjadi penerus dakwah Rasulullah.
Sehingga laiknya para ulama telah mumpuni dalam hal ilmu fikih, akhlak, keimanan yang utuh serta kuat (ulul albab).
"Jadi kalau BNPT berniat untuk mensertifikasi ulama yang dasar keilmuannya dari Alquran, ilmunya harus lebih tinggi dari ulama,"jelas Satori.
Terkait pengembangan kemampuan para dai maupun mubaligh, diakuinya menjadi kewajiban para ulama untuk membina. Setiap waktu mereka berinteraksi dengan ribuan dai dalam even-even organisasi. Informasi dari jejaring juga dimanfaatkan untuk memantau perkembangan keilmuan mereka.