REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Dedy Supriadi Priyatna mengatakan buruknya sanitasi ternyata mampu menghambat pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 2,5 persen.
"Buruknya infrastruktur sanitasi ternyata berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, setidaknya, 2,5 persen potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa hilang akibat kondisi tersebut," kata Dedy dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, kemarin.
Ia menjelaskan, sanitasi yang buruk sering kali menimbulkan gangguan kesehatan, sehingga mempengaruhi dan cenderung menurunkan produktivitas masyarakat Indonesia. Menurutnya, banyak masyarakat harus kehilangan waktu kerja dan sekolah produktif karena anggota keluarganya sakit, akibat ketersediaan air bersih dan sanitasi yang tidak memadai.
Data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional mencatat hingga tahun 2010 ada sekitar 70 juta orang atau 20 persen jumlah penduduk di Indonesia masih melakukan praktik Buang Air Besar Sembarangan (BABS) dan 30 persen penduduk belum memiliki akses sanitasi yang baik. Hal ini tentunya mengurangi kualitas lingkungan yang ditinggali karena air yang dikonsumsi tercemar limbah tersebut.
Dedy menambahkan, fakta tersebut ternyata juga telah mencemari sungai dengan perbandingan 14 ribu ton tinja atau setara dengan 4666 tinja gajah Sumatera yang memiliki berat 3 ton, kemudian 176 ribu meter kubik urine atau setara dengan 35.200 truk tangki Bahan Bakar Minyak milik BUMN yang memiliki kapasitas 5.000 liter.
"Dari keseluruhan tersebut membuat produktivitas masyarakat berkurang dan memunculkan penyakit diare yang berakibat pada kematian diusia muda. Sanitasi buruk juga akibatkan kerugian ekonomi tinggi dengan kalkulasi nilai mencapai 6,3 miliar dolar AS, setara Rp 58 triliun atau kurangi pertumbuhan ekonomi 2,5 persen," jelasnya.