REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sosilog Agama, Dadang Kahmad tidak setuju dengan usulan Badan Nasional Penanggulan Terorisme (BNPT) untuk dilakukannya sertifikasi ulama. Ia menilai ulama itu bukanlah profesi seperti guru. Namun, ulama merupakan sebuah panggilan hati.
Dadang menjelaskan sebutan kiai atau ustaz merupakan gelar yang diberikan masyarakat. "Gelar tersebut diberikan masyarakat sejalan dengan pengetahuan agama yang dimilikinya dan bukan gelar dari pemerintah. Gelar tersebut sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan masyarakat atas seseorang yang dinilai dan diakui pengetahuan agamanya," kata dia, ketika dihubungi Republika, Senin (10/9).
Dia menilai wacana tersebut justru dapat menyinggung ulama itu sendiri. Jadi, lanjut dia, tidak tepat jika pemerintah yang menentukan pantas atau tidak, berhak atau tidak seseorang diberi sertifikasi. "Lantas bagaimana dengan ulama yang tidak mendapat sertifikasi," kata dia.
Dadang menilai, ide sertifikasi yang diusulkan BNPT merupakan bentuk kehabisan ide. "Itu berarti mereka sudah kehabisan akal untuk menangani kasus terorisme dan radikalisme," kata dia.
Usulan ini juga dinilai kurang efektif. Menurutnya, penyebab radikalisme itu bukan hanya karena agama. "Ada banyak faktor dan itu sangat kompleks. Kondisi-kondisi sosial dapat membentuk radikalisme. Contohnya, pendidikan rendah, ekonomi dan lainnya," terang dia.
Justru yang terpenting, adalah memberi pemahaman kepada masyarakat dan semua tokoh agama tentang bahaya terorisme dan radikalisme. Selain itu, solusi untuk menekan radikalisme melalui penegakan hukum, peningkatan pengetahuan, pendidikan, kesejahteraan. Ini tentunya akan memakan waktu lama.