Jumat 07 Sep 2012 13:54 WIB

Geram dengan Koruptor, Pedagang Uji Materi UU Tipikor

Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi
Foto: /Prasetyo Utomo/Antara
Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Seorang pedagang, Pungki Harmoko, menguji ketentuan pidana Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Menyatakan UU Tipikor bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Pungki, saat membacakan permohonannya di Jakarta, Jumat (7/9).

Pemohon ini menguji Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 yang mengatur tentang sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap koruptor. "Sanksi yang terdapat dalam UU Tipikor secara keseluruhan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku korupsi," kata Pungki.

Selain itu, lanjutnya, keberadaan hukum seharusnya mampu menjaga setiap warga negara dan melindunginya agar secara sadar mereka takut untuk melanggarnya. Namun kaitannya dengan hukum tipikor tidak demikian karena dikenakannya hukuman kurungan dan denda tertapi angka pelanggaran semakin meningkat setiap tahunnya.

Sidang dengan agenda pemeriksaan permohonan ini dipimpin oleh ketua majelis panel Achmad Sodiki yang didampingi anggota majelis Ahmad Fadlil Sumad dan Anwar Usman. Terkait permohonan ini, Hakim Konstituti Achmad Sodiki mengatakan apabila UU ini dibatalkan sesuai permintaan pemohon, maka tidak akan ada lagi landasan hukum untuk pemberantasan tipikor.

"Secara logika, kalau saudara menginginkan UU ini dibatalkan, maka justru korupsi tidak akan diberantas lagi, dan koruptor tidak bisa dihukum lagi," kata Sodiki.

Sedangkan Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menanyakan pertentangan UU Tipikor dengan pembukaan UUD 1945. "Apa dasarnya UU Tipikor bertentangan dengan UUD 1945? Di sini saudara hanya menyebutkan praktik yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, saudara harus mengubah semua dasar-dasar permohonan saudara yang diajukan ke sini," kata Fadlil.

Sedangkan Hakim Konstitusi Anwar Usman menyatakan permohonan yang diajukan Pungki bukan menjadi wewenang MK. "Ini bukan judicial review, tapi legislatif review. Untuk itu, coba dikaji kembali permohonan saudara, apakah memang harus seperti ini untuk ikut andil dalam memperjuangkan pemberantasan tipikor," kata Anwar.

Untuk itu majelis panel memberikan kesempatan 14 hari kepada pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Mendapat saran dan komentar dari para hakim, Pungki mengatakan akan melakukan perbaikan terhadap permohonannya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement