REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPD, Irman Gusman, melihat bahwa pengaruh demokrasi besar terhadap pelaksanaan toleransi di Indonesia. Mengutip hasil indeks demokrasi global, dalam konteks pluralisme, tercatat Indonesia berada di urutan ke-60 dari 100 negara yang demokrasinya cacat. P
Dikatakannya, posisi Indonesia pun masih berada di bawah Thailand, Timor Leste, dan Papua Nugini. "Demokrasi harus dikawal sesuai kebudayaan Indonesia. Pluralisme harus dikelola bersama pemegang civil society," harap Irman, dalam silaturahmi di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (6/9).
Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, mahfum jika masyarakat butuh sebentuk kebebasan juga. Dia kemudian mengingatkan pula bahwa kebebasan yang diraih harus diimbangi kerja negara yang benar. Sehingga, kata dia, hasilnya tidak hanya akan dinikmati kelompok elite.
"Negara belum menemukan yang benar. Bila kerukunan yang digunakan tak tepat, akan tergerus. Bangsa seplural kita, modal pokoknya adalah kerukunan bangsa serta kerukunan antar dan interagama," jelasnya.
Berbeda lagi dengan mantan Menteri Keuangan, Fuad Bawazier. Dia menyoroti masalah bangsa ii dari sisi perekonomian.
Dia berharap, pengelolaan perekonomian menyeluruh harus diterapkan pemerintahan. Jika tidak, ujarnya, muncul perubahan nilai-nilai dalam masyarakat. Salah satu cirinya yang mulai terlihat di sektor ekonomi, mulai adanya praktek neoliberalisme yang berlebihan.
"Tanda negara sudah abai dengan masyarakatnya adalah munculnya pengalihan aset serta nilai tradisi menjadi sebuah komersialisasi ekonomi pasar. Faktanya kemudian menghasilkan kesenjangan ekonomi, pembiaran ini harus distop karena melupakan values (nilai-nilai)," tegas Fuad.