REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hujan buatan yang jadi solusi paling cepat dilakukan untuk mengatasi kekeringan, ternyata masih minim dilakukan. Bahkan, di Pulau Jawa, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) hingga kini belum menerima permintaan hujan buatan.
Menurut Kepala Bidang Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pembuatan Hujan BPPT, Tri Handoko Seto, belum ada inisiatif pemerintah daerah meminta hujan buatan untuk mengatasi kekeringan. Hanya Jawa Timur yang tengah melakukan penjajakan.
Selebihnya, lanjut dia, belum ada permintaan membuat hujan buatan. Padahal, kata Seto, jika permintaan itu mendesak, awan yang ada di Pulau Jawa belum cukup untuk mengguyur wilayah kekeringan. "Jika prosesnya dimulai sekarang, akhir September atau awal Oktober baru bisa dilakukan," ungkap Seto pada Republika, Kamis (6/9).
Seto menambahkan, idealnya, hujan buatan dilakukan sebelum musim kemarau terjadi. Hal itu akan menambah debit air sebagai cadangan menghadapi musim kemarau. Terlebih, musim kemarau tahun ini diprediksi lebih lama dibanding dari biasanya.
BPPT tidak dapat berinisiatif untuk membuat hujan buatan. Pasalnya, semua tergantung dari anggaran yang masuk. Untuk pembuatan hujan buatan sehari, bisa memakan dana Rp 100 juta. Namun, semua tarif hujan buatan masuk ke kas negara. Pengelola keuangan tetap di Kementerian Keuangan. BPPT, kata Seto, hanya sebagai eksekutor rekayasa hujan. Seto mengaku, pihaknya tidak dapat membuat hujan buatan tanpa ada anggaran.
Menurut prediksi, curah hujan berada di bawah normal. Artinya, kekeringan masih akan mengancam wilayah Indonesia. Terlebih, dari hasil pertemuan BPPT dengan Pemda Jawa Barat, sudah didapat laporan 17 ribu hektare pertanian mengalami puso atau gagal panen. Selain itu, 40 ribuan hektare lainnya terancam mengalami nasib sama.
"Kita sudah presentasi ke berbagai daerah sebelum kemarau, namun, banyak yang belum merespon ancaman kekeringan ini," tambah dia.
Seto menambahkan, di Riau, sudah dilakukan hujan buatan sebelum Lebaran kemarin. Hasilnya, saat ini tidak ditemukan titik api di wilayah tersebut. Terlebih berdasarkan pengalaman sebelumnya, puncak kebakaran di Riau berada di bulan September. Namun, dengan hujan buatan yang dilakukan BPPT sebelum Lebaran, ancaman tersebut dapat diantisipasi. Harusnya, pemerintah daerah segera merespon ancaman kekeringan ini sebelum musim kemarau.