REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tak membutuhkan izin Presiden untuk menetapkan seorang menteri aktif menjadi tersangka. "Menurut UU KPK, dalam melaksanakan tugas dan wewenang KPK tidak harus berkoordinasi dengan presiden," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di kantornya, Rabu (5/9).
Johan menjelaskan, tidak ada satu pun pasal yang menyebut jika KPK menangani sebuah kasus, harus berkoordinasi dengan Presiden. Hal tersebut ditegaskan bahwa Presiden tidak akan memasuki ranah hukum.
Sejumlah menteri aktif masuk radar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka yang sedang dibidik KPK disebut-sebut terlibat kasus korupsi. Lembaga antikorupsi itu menyatakan tidak takut menetapkan seorang menteri aktif untuk menjadi tersangka kasus korupsi.
"Tunggu saja tanggal mainnya," kata Ketua KPK, Abraham Samad saat dihubungi ROL, Kamis (9/8).
Abraham mengatakan pihaknya tak memandang seorang yang terlibat kasus korupsi berdasarkan pangkat, jabatan, maupun statusnya. Selama ada dua alat bukti yang membuktikan orang itu terlibat, maka KPK tak segan menindaknya. "Siapapun, selama ada dua alat bukti," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto juga mengungkapkan hal yang sama soal menteri aktif yang bakal jadi tersangka. Ia mengatakan hal itu dalam diskusi bertajuk 'Eksistensi KPK dalam Pemberantasan Korupsi' di kantor KPK, Jakarta, Selasa (7/8) lalu.
"Mudah-mudahan ada menteri (jadi tersangka) dalam beberapa bulan ke depan," kata Bambang saat diskusi itu tanpa menyebutkan nama menterinya.
Ia menanggapi pernyataan Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, yang juga menjadi pembicara dalam diskusi tersebut. Pramono mengapresiasi KPK karena berani menjerat sejumlah pejabat tinggi yang terlibat korupsi. Namun, menurut Pramono, KPK kerap menjerat para pejabat tersebut saat mereka nonjob atau tidak aktif lagi.
Untuk diketahui, ada beberapa nama menteri aktif yang disebut-sebut terlibat dalam kasus korupsi. Bahkan, beberapa nama sudah disebut dalam sidang di Pengadilan Tipikor. Mereka adalah Menakertrans Muhamin Iskandar dalam kasus suap Dana Percepatan Pembangunan Infrasturktur Daerah Tertinggal, Menko Kesra Agung Laksono dalam kasus PON, Menteri Agama Suryadharma Ali dalam kasus korupsi Alquran, dan Menpora Andi Mallarangeng dalam kasus korupsi Hambalang dan wisma atlet SEA Games.