REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT, NTB - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengincar pengusaha yang bergelut di bidang perikanan terkait penerimaan negara di bidang kelautan yang hendak diaudit.
"Pengusaha bidang perikanan akan menjadi objek pemeriksaan dalam audit penerimaan negara bidang kelautan," kata Anggota BPK RI Ali Masykur Musa, di Hotel Sheraton Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (3/9).
BPK segera mengaudit sumber penerimaan negara bidang kelautan, guna memastikan nilai penerimaan negara yang semestinya diperoleh. Ali membenarkan kalau Menteri Keluatan dan Perikanan juga menjadi sasaran pemeriksaan, hanya saja fokusnya pada pengelolaan keuangan negara yang dialokasikan dari pos APBN.
"Kalau soal kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan hanya pemeriksaan begitu saja, karena audit yang rencanakan mengarah kepada potensi penerimaan negara bidang kelautan," ujarnya.
Ia mengatakan, audit penerimaan negara bidang kelautan itu akan diawali dengan sejumlah pemeriksaan hingga penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Objek pemeriksaan utama yakni kalangan pengusaha bidang perikanan, mengingat banyak perusahaan perikanan yang leluasa menangkap ikan sebagai bagian dari kekayaan Indonesia, namun tidak melaporkan hasil tangkapannya yang berkaitan dengan sumber penerimaan negara.
Karena itu, perusahan yang mengantongi izin penangkapan ikan akan diperiksa karena seringkali tidak melaporkan hasil tangkapannya.
"Kita tahu bahwa banyak juga yang menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia kemudian bergerak menjauh ZEE lalu menjual hasil tangkapan itu, sehingga tidak mendatangkan penerimaan negara," ujarnya.
Dengan demikian, BPK akan menyoroti aspek regulator dan eksekutor atau pebisnis di bidang perikanan, dalam audit penerimaan negara bidang kelautan itu. BPK akan menjalin kerja sama dengan institusi Bea dan Cukai, TNI Angkatan Laut, serta pemerintah daerah, dalam audit tersebut.
"Tentunya, audit paralel dengan Malaysia karena sudah ada jalinan kerja sama sejak 2007, agar menghasilkan laporan yang berkualitas," ujar Ali.
BPK RI sudah beberapa kali melaksanakan audit paralel dengan JAN Malaysia, yakni audit pengelolaan hutan pada 2007-2009, audit pengelolaan mangrove di Selat Malaka pada 2009-2011.
Berdasarkan perjanjian teknis bidang lingkungan antara BPK dan JAN di Manado, 3 Oktober 2011, disepakati untuk melakukan audit paralel atas Ilegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing, dan pemeriksaan kinerja atas pelayanan ekspor barang yang dipungut bea keluar, serta perencanaan pemeriksaan atas pengelolaan sumber daya air.