REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: M Akbar
''Kami sudah tidak ada rumah lagi. Kami butuh rumah bapak mantri,'' ucap Jemi (32 tahun tahun).
Mantri yang dilafazkan Jemi bukanlah sosok petugas dokter. Tapi lafaz dengan dialeg Sulawesi itu merujuk kepada Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri berkunjung ke lokasi gempa, Ahad (2/9).
Jemi sendiri adalah salah satu korban gempa bumi yang telah menggoyang Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Gempa yang terjadi pada 18 Agustus silam itu telah membuat rumahnya di Desa Tuva, Kecamatan, Gumbasa, rata dengan tanah.
Ibu tiga anak ini sekarang menyambung hidup di tenda pengungsian. Setiap malam, lembaran tikar yang melapisi kayu setebal dua ruas jari telunjuk orang dewasa itu menjadi tempat tidur. Di tempat itu, Jemi tidur bersama dengan sembilan keluarga lainnya.
Tempat pembaringan tidur Jemi itu berada di atas puing-puing bangunan rumahnya yang telah rata dengan tanah. Lokasinya sangat terbuka. Bagian atap hanya ditutupi selembar terpal. Jadi jangan heran jika malam sudah tiba, nyamuk-nyamuk gunung menjadi sahabat setia yang akan menghisap darah Jemi dan keluarga.
Derita serupa tak hanya dialami Jemi saja. Tetangga rumahnya, Aslia (45 tahun), juga menjalani nasib yang sama. Namun ia masih sedikit beruntung. Alas tidurnya masih menggunakan kasur kapuk se ala kadarnya. Di kasur itu, ia tidur berempat bersama dua anak dan suami.
''Kami sekarang sudah nol, pak,'' kata Aslia dengan air mata berlinang ketika Mensos duduk di atas kasur kapuk yang tipis. ''Kami butuh rumah. Tidak usah bagus-bagus, tiang-tiang juga tidak papa (apa-apa,red),'' lanjutnya menaruh harap kepada pejabat yang menyambanginya.
Nestapa yang dialami Aslia ternyata tak hanya sebatas kehilangan rumah saja. Sejak gempa meluluhlantakkan rumahnya pada 18 Agustus silam, bantuan yang diterima Aslia sekeluarga ternyata tak sesuai dengan laporan ke Mensos.
Pejabat lokal memberi laporan ke Mensos bahwa bantuan beras yang diberikan setiap hari per jiwa sebanyak 400 gram. Tapi fakta yang ditemukan di lapangan ternyata seperti api yang jauh dari panggang.
''Sejak gempa terjadi kami baru terima 4,5 kg saja, pak. Kami memang pernah dapat supermie 1 dus dan juga nasi bungkus. Tapi waktu itu nasinya basi. Kami yang makan semuanya jadi sakit,'' tutur Aslia dihadapan Mensos.
Mendengar laporan korban, raut wajah Mensos berubah. Ia kemudian memanggil petugas lapangan yang bertugas menangani makanan buat para pengungsi korban gempa. Petugas lapangan saling lempar tanggung jawab.
Lalu salah satu petugas Tagana bercerita,''Bantuan dari dinas sosial itu diberikan ke kecamatan. Setelah itu baru ke kepala dusun.''
Fakta itu membuat Mensos kecewa. Ia mengingatkan para petugas lapangan untuk sigap, utamanya untuk bahan makanan yang harus diberikan kepada para pengungsi. ''Ini baru di dekat posko, bagaimana yang jauh. Ini harus diperbaiki,'' kata Mensos yang saat itu didampingi oleh bupati dan wakil bupati Sigi.
Secara umum gempa yang terjadi di kabupaten Sigi ini melanda di tiga kecamatan. Selain Gumbasa, ada juga Kulawi dan Lindu. Dari ketiga kecamatan tersebut, Gumbasa menjadi lokasi yang relatif tidak terlalu parah digoyang gempa.
Kondisi terparah berada di pusat gempa di Kecamatan Lindu. Di kecamatan ini dilaporkan ada empat warga meninggal. Lalu satu warga meninggal lainnya berada di Kecamatan Kulawi.
Dari total tiga kecamatan itu, terdata ada 527 rumah mengalami rusak berat. Sementara Gumbasa dan Kulawi masing-masing mengalami rumah rusak berat 213 unit dan 50 unit. Defenisi rusak berat di sini merujuk pada bangunan rumah yang sudah roboh seluruhnya seperti yang dialami oleh Jemi dan Aslia.
Sedangkan untuk rumah rusak ringan dan rusak sedang, dari total tiga kecamatan masing-masing sebanyak 788 unit dan 311 unit. Rumah rusak ringan ini biasanya rumah yang mengalami retak-retak saja. Sementara rumah rusak sedang jika ada sebagian rumah yang roboh.
Untuk menuju kecamatan Lindu, hingga saat ini masih belum bisa diakses dengan kendaraan roda empat. Jalur yang masuk ke dalam hutan itu hanya bisa dilalui dengan sepeda motor.
Salah seorang petugas lapangan menceritakan saat ini ongkos ojek motor dari Desa Tuva menuju Lindu sebesar Rp50 ribu. Jarak yang ditempuh sekitar 15 km. Jika diantar pergi-pulang Rp100 ribu. ''Tapi kita masih harus tetap angkat puing-puing di jalan karena masih tertutup sama pohon-pohon yang tumbang,'' katanya.
Sementara itu terhadap harapan warga yang menginginkan rumah, Mensos menjanjikan akan dibangunkan rumah. ''Instruksi dari presiden sudah jelas, rumah yang rusak berat Insya Allah akan dibangunkan kembali,'' kata menteri dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.