REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Agama sering menjadi faktor timbulnya kerusuhan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mereduksi atau mengeliminasi kerusuhan yang bersumber dari agama.
“Untuk itu perlu dilakukan dialog antaragama agar saling pengertian menuju perdamian,” kata Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X , dalam simposium Road to Global Interfaith Harmony, Anand Ashram Foundation di Pendopo Agung Taman Siswa Jogja, Sabtu (1/9).
''Kerusuhan memang berakar dari isu agama. Tapi harus disadari kita hidup dalam kualitas agama, oleh karena itu antar agama saling dialog agar tidak menjadikan agama menjadi sumber kekerasan,'' kata dia.
Perbedaan justru menjadi jembatan kultural yang bisa memberikan kenyamanan bagi setiap umat dan masyarakat.
Menurut Sultan, agama seperti pedang bermata dua. Di satu sisi mengajak umat untuk membawa kedamaian, tapi di satu sisi lain semacam “trigger” munculnya kekerasan. Perlu disadari bahwa untuk rekonsiliasi ini tidak langsung dialog antar agama. Dalam satu agama pun diperlukan diskusi karena dalam satu keyakinan ada beda pendapat.
Dengan kehidupan beragama, manusia seakan berada di ruang sempit dan tertekan. Pluralistik bukan menjadi ajang menimbulkan kekerasan tetapi kedamaian. Seperti yang dijelaskan dalam Alquran, perbedaan juga tertuang dalam kitab suci umat Muslim bahwa ''Bagimu Agamamu dan Bagiku Agamaku.''
Simposium sekaligus memperingati Hari Bhakti Bagi Ibu Pertiwi ini, menurut Sultan, menjadi kesempatan yang baik untuk kerukunan umat beragama dan kebebasan berkeyakinan yang sangat mendesak saat ini.