Kamis 30 Aug 2012 02:53 WIB

FPDIP dan F Gerindra Pesimis Pertumbuhan Ekonomi 6,8 Persen Tercapai

Sidang Paripurna DPR-RI di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta.
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Sidang Paripurna DPR-RI di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--F Gerindra dan FPDIP  DPR menilai pertumbuhan ekonomi tahun 2013 sebesar 6,8 persen terlampau tinggi. Merekapun pesimis angka pertumbuhan 6,8 persen bisa dicapai.

Anggota DPR fraksi Partai Gerindra Fary Djemi Francis dalam pandangan fraksinya mengatakan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah dalam RAPBN 2013 terlalu tinggi ditengah ketidakpastian perekonomian dunia.

"Pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi ditengah ekonomi dunia yang gonjang-ganjing. Melemahnya ekonomi Cina bakal berdampak pada Indonesia, mustahil Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 6,8 persen," ujarnya.

Djemi juga mengkritik tingginya target pertumbuhan ekonomi tersebut dengan kondisi saat ini yang tidak berbanding lurus dengan pengurangan angka kemiskinan dan tingkat pengangguran.

Anggota fraksi PDI-P Said Abdullah juga mengatakan asumsi pertumbuhan ekonomi 6,8 persen terlalu optimis karena bertentangan dengan kondisi perekonomian global yang cenderung memburuk tahun depan.

"Asumsi tersebut merupakan asumsi yang optimis karena cukup bertentangan dengan gambaran kondisi ekonomi global yang berpotensi buruk. China dan India ekonominya melorot sehingga ketidakpastian ekonomi global masih tinggi," ujarnya.

Hal tersebut, lanjut dia, juga tidak didukung pembenahan dan pembangunan sarana infrastruktur yang memadai sehingga sangat sulit untuk mengejar target investasi tinggi yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan.

"Sektor infrastruktur masih belum mendukung aktifitas ekonomi yang sangat gencar untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain. Padahal perbaikan pelabuhan, jalan darat adalah kunci kesuksesan untuk menarik investasi," katanya.

Sementara, anggota fraksi PKS Ecky Awal Muharam mengatakan asumsi 6,8 persen merupakan target yang realistis asalkan pemerintah mendorong konsumsi domestik untuk mengantisipasi perlambatan ekspor.

"Namun pertumbuhan ekonomi tidak bisa bergantung pada konsumsi masyarakat saja, karena akan cenderung bersifat jangka pendek dan tidak berkualitas, sehingga seharusnya sumber pertumbuhan dialihkan ke investasi yang lebih jangka panjang," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement