Selasa 28 Aug 2012 20:08 WIB

Tragedi Sampang: Memalukan dan Memilukan

Seorang warga melemparkan batu ke arah bangunan rumah, musholla dan madrasah yang dibakar massa, di Desa Blu'uran, Karangpinang, Sampang, Madura, Jatim, Kamis (29/12).
Foto: Antara/Saiful Bahri
Seorang warga melemparkan batu ke arah bangunan rumah, musholla dan madrasah yang dibakar massa, di Desa Blu'uran, Karangpinang, Sampang, Madura, Jatim, Kamis (29/12).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah M. Adnan menilai aksi kekerasan terhadap pemeluk Syiah di Sampang, Madura merupakan tindakan yang memalukan dan memilukan.

"Hanya ada dua kata atas tragedi kekerasan atas nama agama yang masih saja terjadi dan kali ini yang menjadi korban adalah pemeluk Syiah di Sampang, Madura, yakni memalukan dan memilukan," katanya di Semarang, Selasa.

Memalukan, kata dia, sebab kasus kekerasan itu terjadi di kalangan sesama pemeluk Islam yang memiliki kitab suci Alquran yang sama, mengucapkan syahadat yang sama, dan meyakini nabi yang sama, yakni Nabi Muhammad SAW.

Aksi kekerasan terhadap pemeluk Syiah itu juga memilukan, kata dia, karena yang menjadi korban lagi-lagi mereka yang tidak berdosa, baik korban yang meninggal maupun korban yang menjadi terusir dan terusik.

Secara sederhana, ia menjelaskan paham yang dianut Syiah memang hanya mengakui satu khalifah sepeninggal Nabi Muhammad SAW, yakni Imam Ali (Ali bin Abu Thalib), sementara paham Sunni mengakui keempat sahabat Nabi.

"Sunni memberikan tempat istimewa pada keempat sahabat Nabi, baik Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib karena meyakini Nabi tidak pernah menunjuk siapa yang menjadi penggantinya," katanya.

Meski demikian, Adnan yang pernah menjadi Ketua Islamic Centre di Hiroshima, Jepang itu mengatakan bahwa dalam tata cara peribadatan pemeluk Syiah sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pemeluk Islam yang lainnya.

Ia mengakui, seperti halnya dalam Sunni yang sebenarnya juga memiliki banyak "sempalan" dan mazhab, paham Syiah juga seperti itu, ada paham Syiah yang ekstrem, ada yang toleran, bahkan ada yang mirip-mirip Sunni.

"Saya rasa masyarakat perlu lebih banyak belajar untuk memahami, kalau orang yang paham benar dengan Syiah tentu toleran. Meski hanya mengakui Imam Ali, mereka tidak mencaci maki ketiga sahabat lainnya," katanya.

Adnan mengemukakan, sebelum Ramadhan lalu sempat menerima kunjungan Ahlul Bait Indonesia (ABI) yang merupakan organisasi jamaah Syiah, setelah kunjungan serupa dari tokoh Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI).

"Mereka ini sangat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka juga tidak berusaha memisahkan maupun memperbarui sistem politik yang berlaku di Indonesia, tidak seperti paham Syiah dahulu," katanya.

Ia mengimbau masyarakat untuk lebih banyak belajar bahwa dalam Islam sendiri memang banyak perbedaan sehingga butuh kesadaran, pengertian, dan pengalaman sosial untuk bisa memahami perbedaan dengan baik.

"Tidak cukup kalangan agama, pemerintah harus segera turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini, termasuk aparat. Sebab, kejadian semacam ini sudah kesekian kalinya dan jangan sampai terulang," kata Adnan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement