REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Para petani garam di Kabupaten Cirebon dan Indramayu sedang mengalami panen raya. Namun, mereka tak dapat menikmati keuntungan karena harga garam di tingkat petani justru anjlok.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Republika dari sejumlah daerah sentra garam di Kabupaten Cirebon dan Indramayu, harga garam kualitas tiga di tingkat petani hanya berkisar Rp 230 – Rp 250 per kg. Padahal, berdasarkan harga dasar garam yang ditetapkan Pemerintah, harga garam kualitas III seharusnya mencapai Rp 400 per kg.
’’Walau sudah ada harga ketetapan dari Pemerintah, tapi harga garam tetap anjlok saat musim panen,’’ ujar seorang petani di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Asna, Senin (27/8).
Asna mengatakan, saat musim panen raya, harga garam di tingkat petani akan ditentukan oleh tengkulak. Dengan kondisi pasokan yang berlimpah di lapangan, para petani memang tidak bisa mengelak dari permainan harga yang ditentukan tengkulak.
Asna menambahkan, para petani pun tidak memiliki pilihan lain kecuali melepas garamnya saat musim panen. Pasalnya, petani tidak memiliki gudang penyimpan garam. Sedangkan untuk menyimpan garam di udara terbuka juga tidak bisa dilakukan karena bisa merusak kualitas garam.
Hal senada diungkapkan seorang petani garam asal Desa Ranjeng, Kecamatan Losarang, Suud. Dia menjelaskan, selain tidak memiliki gudang penyimpanan garam, para petani garam juga terdesak kebutuhan ekonomi sehari-hari. ’’Karena itu, setiap panen ya langsung dijual,’’ tutur Suud.
Suud mengungkapkan, sangat sedih dengan kondisi anjloknya harga garam di saat panen. Pasalnya, para petani tidak dapat meraup keuntungan yang cukup besar. Akibatnya, tingkat kesejahteraan petani garam tidak dapat meningkat.
Suud mengakui, Pemerintah memang telah menetapkan ketentuan mengenai harga dasar garam di tingkat petani. Untuk garam kualitas 1, harga yang ditetapkan sebesar Rp 750 per kg. Sedangkan harga garam kualitas 2 sekitar Rp 550 per kg. Tapi harga tinggi itu tak bisa dinikmatinya bersama petani garam lain.