Senin 27 Aug 2012 15:05 WIB

Tiap 3 Bulan, Tarif Listrik Bakal Naik

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Dewi Mardiani
Petugas memeriksa jaringan listrik di Gardu Induk. (Republika/Wihdan Hidayat)
Petugas memeriksa jaringan listrik di Gardu Induk. (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan melakukan penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap pada 2013. Setiap tiga bulan, TTL akan mengalami kenaikan sebesar tiga sampai empat persen. Penyesuaian ini dilakukan akibat tingginya ketimpangan antara biaya pokok produksi (BPP) dan harga jual listrik. 

Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN), Aviliani, mengatakan penyesuaian TTL perlu dilakukan. Hal tersebut disebabkan semakin meningkatnya konsumsi listrik di Tanah Air, khususnya oleh masyarakat yang berasal dari kalangan ekonomi menengah. "Kelompok masyarakat ini sudah tidak layak untuk disubsidi," kata Aviliani kepada wartawan seusai menghadiri Halal Bihalal dengan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (27/8).   

Aviliani menjelaskan, selama ini konsumsi listrik senantiasa mengalami peningkatan, namun tidak didukung oleh pengurangan subsidi.  Sebagai gambaran, subsidi listrik dalam RAPBN 2013 mencapai Rp 80,9 triliun. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp 16 triliun dibandingkan dalam APBNP 2012 yang mencapai Rp 64,9 triliun. 

Penyesuaian TTL, diyakini oleh Aviliani, tidak akan memengaruhi daya beli masyarakat. Terlebih, daya beli masyarakat saat ini tergolong tinggi.  "Justru yang ditakutkan adalah terjadinya over-heating," tutur dia. 

Over-heating, lanjut Aviliani, terjadi akibat kompilasi daya beli yang tinggi, inflasi yang rendah serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Jika nilai tukar melemah, kata Aviliani, dikhawatirkan terjadi inflasi. "Oleh karena itu, foreign direct investment (FDI) menjadi sesuatu yang mendesak saat ini."

Aviliani menambahkan, seharusnya penyesuaian juga dilakukan terhadap harga bahan bakar minyak (BBM). Terlebih inflasi pada saat ini sudah tergolong rendah, yakni sebesar 0,7 persen berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juli 2012.  "Kalau BBM, rasa-rasanya pemerintah belum berani melakukan itu," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement