Sabtu 18 Aug 2012 19:53 WIB

Tradisi Mudik Masih Identik dengan Kemacetan

  Mudik identik dengan kemacetan.
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Mudik identik dengan kemacetan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Pengamat sosial politik dari Universitas Lampung

(Unila), Arizka Warganegara, berpendapat, tradisi mudik yang unik hanya berlaku bagi umat Islam di Indonesia masih identik dengan kemacetan dan antrean panjang yang melelahkan.

Seharusnya, setelah bangsa Indonesia 67 tahun merdeka, kata dosen FISIP Unila itu, persoalan infrastruktur dan transportasi publik telah dapat terpecahkan dengan baik.

Menurut dia, setelah 67 tahun merdeka, persoalan infrastruktur dan transportasi publik itu tetap tidak terpecahkan dengan baik oleh pemerintah.

"Jalan raya yang tidak seimbang dengan jumlah kendaraan bermotor, serta transportasi publik yang buruk menjadikan jalan raya penuh dengan pemudik yang akhirnya menimbulkan kemacetan," kata Arisza, Sabtu (18/8).

Arizka mengingatkan, perlu kebijakan khusus dalam bidang infrastruktur dan pengembangan sarana transportasi massal (mass rapid transportation) yang nyaman dan murah. Semua itu harus menjadi prioritas pemerintah, agar tradisi mudik tidak identik dengan kemacetan dan antrean panjang di pelabuhan dan stasiun maupun bandara.

Dia menegaskan, tradisi mudik dan halal bil halal yang hanya ada di Indonesia sebagai keunikan dari Muslim di negeri ini, merupakan representasi guyub dan semangat kebersamaan serta relevan dikaitkan dengan tradisi mudik tersebut.

"Mudik itu seperti kembali kepada hakikat manusia, hakikat manusia untuk kembali ke tanah di mana dia berasal. Dan itu sebuah keharusan sehingga setiap orang yang merantau menjadikan mudik sebagai kembali pada hakikat manusia," kata Arizka.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement