REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Surat Keputusan (SK) menyangkut pengurangan masa hukuman (remisi) untuk Schapelle Leigh Corby, warga negara Australia yang terlibat kasus penyeludupan 4,2 kg mariyuana belum turun dari Pemerintah Pusat.
"Kami belum bisa perkirakan kapan SK itu akan turun karena itu kewenangan Pusat," kata Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Kerobokan Denpasar, I Gusti Ngurah Winarta, di Denpasar, Jumat (17/8).
Menurut dia, hal itu terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2006 yang menyatakan keputusan pemberian remisi umum kepada semua narapidana yang tersangkut kasus narkoba, terorisme, 'ilegal logging', dan kejahatan trans-nasional diatur Pusat.
Pihak Lapas Kerobokan mengusulkan enam bulan remisi serangkaian Hari Ulang Tahun (HUT) ke-67 Proklamasi RI kepada narapidana berparas ayu kasus narkoba itu. Dia mengungkapkan bahwa, Corby sudah memenuhi syarat untuk diusulkan mendapat remisi karena berkelakuan baik dan mengikuti kegiatan dalam lapas.
"Kalau sekarang diusulkan remisi enam bulan, karena tahun 2011 lalu, Ia (Corby) mendapat lima bulan. Tahun belakangan tetap akan mendapat enam bulan karena batas maksimalnya remisi enam bulan," tambah Widiarta.
Namun pada saat perayaan HUT RI di dalam lapas, yang bersangkutan tidak tampak, padahal menjadi pusat perhatian media itu. Pihak lapas mengungkapkan bahwa warga binaan asal Australia itu mengalami trauma dengan kamera dan lebih memilih berdiam di dalam selnya di Blok Wanita Wijaya Kusuma.
Jika usulan remisi yang ketujuhnya dikabulkan, maka Corby akan bebas pada 24 Maret 2017. Selain Corby, bersama tujuh narapidana asing lainnya juga mendapat usulan remisi.
Mereka di antaranya Renae Lawrance berasal dari Australia, Peter Achim (Jerman), Garcia Jean Marc (Prancis), Lem Tiam Soon (Malaysia), Gary Martin (Inggris), Mohammad Umar (India), dan Ryoun Seong Sik (Korea). Mereka diusulkan mendapatkan remisi khusus dengan rentang masa pengurangan tahanan mulai satu hingga enam bulan.