Ahad 12 Aug 2012 15:48 WIB

Pengendalian Rokok Versus Nasionalisme

Rep: MG05/ Red: Dewi Mardiani
Rokok, salah satu penyumbang tertinggi penyebab kematian. (ilustrasi)
Rokok, salah satu penyumbang tertinggi penyebab kematian. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya pengendalian konsumsi rokok di Indonesi kerap menemui kegagalan. Beberapa bantuan dari pihak asing, acap kali dikatakan tidak nasionalis dan hanya untuk kepentingan pihak asing.

Mantan ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kartono Mohamad, menjelaskan tidak ada hubungan antara gerakan pengendalian rokok dengan nasionalisme. Mengenai pembiayaan pihak asing jangan dianggap sebagai bentuk menurunnya rasa nasionalisme.

"Propaganda dengan menggunakan data yang benar, tetapi diberi tafsir untuk memanasi sentimen rakyat, bukan hal baru. Hal inilah yang coba diputarbalikkan oleh para pengusaha rokok. Atas nama petani tembakau, mereka mencoba membohongi masyarakat, supaya industri mereka tetap bertahan, ungkap Kartono, di Jakarta, kemarin.

Sejak zaman dulu, kata kartono, Indonesia selalu mendapat bantuan dari pihak asing. "Apakah itu disebut tidak nasionalis? Tentu tidak sesederhana itu. Oleh karena itu, sebelum bersikap sok super nasionalis dan menuduh bantuan asing dilatarbelakangi niat buruk. Banyak sekali program peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia juga mendapat bantuan dana asing," kata Kartono.

Kartono menambahkan, petani tembakau mati bukan karena pengendalian rokok, tapi karena negara ini mengimpor tembakau. "Petani tembakau merasa pengendalian rokok bisa mematikan mata pencaharian mereka. Padahal, justru tembakau-tembakau bisa di ekspor saja, justru menambah devisa negara," katanya.

Rokok membawa malapetaka bagi kehidupan manusia. Anak Indonesia bisa tumbuh sehat dan bebas dari racun-racun yang membuat kesehatan bahkan kecerdasan menurun. "Mari kita sadarkan generasi muda, untuk tidak merokok," tegas Kartono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement