REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mendukung realisasi wacana pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Pemilu Legislatif 2014 secara serentak. Siti menganggap cara tersebut dapat memberikan dampak positif.
"Saya setuju dengan pelaksanaan pilpres dan pemilu legislatif secara serentak, itu memang sudah diwacanakan dan diminati beberapa pihak karena banyak manfaatnya, baik bagi masyarakat, parpol, maupun pemerintah," kata Siti di Jakarta, Sabtu (11/8).
Dikatakannya, manfaat utama dari pelaksanaan pemilu secara serentak itu adalah efisiensi dan efektivitas dalam hal waktu dan dana. "Jadi pelaksanaannya kan tidak perlu berkali-kali yang tentunya memakan waktu yang lama dan biaya yang lebih besar sehingga bisa melakukan penghematan," ujarnya.
Pemilihan secara serentak, kata dia, juga dapat mengurangi kemungkinan tingginya angka golput di masyarakat karena kebosanan menghadapi proses pemilihan berkali-kali. Selain itu, cara tersebut dianggap dapat meminimalisasi politik transaksional dan politik uang yang seringkali terjadi pada saat pemilu.
"Cara ini sangat baik sebab bisa mengecilkan kemungkinan 'money politic', dan perputaran dana-dana ilegal yang ujungnya menambah jumlah korupsi maka demokrasi tidak selalu dimaknai tentang uang, kan itu menyesatkan," katanya.
Pemilu secara serentak, menurut Siti, dapat menekan kecenderungan oportunitis dari para politikus dengan mempersempit peluang untuk berpindah dari satu partai ke partai lain. Lebih lanjut Siti menjelasakan, wacana tersebut sedang diproses dalam DPR Komisi II, dan hingga saat ini ada dua fraksi yang mendukung hal itu, yaitu fraksi PDI Perjuangan dan PKB.
"Komisi dua ingin wacana ini diintensifkan dan dibahas tahun ini sehingga undang-undangnya bisa selesai pada 2013, namun tentu saja prosesnya masih panjang," ujarnya.
Selanjutnya, untuk mengantisipasi sengketa pemilu, dia mengatakan akan dibentuk pengadilan khusus pemilu sehingga tidak semua kasus pemilu harus dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Ada pemikiran ke arah situ karena semua tahapan pemilu rentan dengan pelanggaran. Jadi, kasus-kasus menyangkut konstitusi saja yang akan dibawa ke MK, sedangkan kasus menengah ke bawah bisa diajukan ke pengadilan khusus pemilu," ujarnya menjelaskan.