Sabtu 11 Aug 2012 13:38 WIB

Radhar: Jenderal Korup tak Pantas Dibela, SBY Jangan Cari Posisi Aman

Rep: Ira Sasmita/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Presiden berbicara kepada Ketua KPK Abraham Samad dan Kapolri Jenderal Timur Pradopo.
Foto: ANTARA/Abror/ss/Spt/12
Presiden berbicara kepada Ketua KPK Abraham Samad dan Kapolri Jenderal Timur Pradopo.

REPUBLIKA.CO.ID, Pemberantasan korupsi di Indoneia kurang mendapat dorongan dari pemimpin. Menurut budayawan dan penulis Radhar Panca Dhana itu terlihat dalam beberapa kali pelemahan KPK. Dia melihat gejala itu mengarah kepada pengekangan hak rakyat.

 Sehingga keinginan rakyat agar korupsi dihapuskan, tidak bisa direalisasikan. "Rakyat itu sudah geram, mereka bergantung pada KPK. Kalau KPK tidak dibiarkan kerja sendiri, korupsi akan terus awet. Percuma saja merdeka sudah 65 tahun, kalau korupsi masih ada," ungkapnya

"Kenyataannya kan tidak begitu. Pemimpin tidak tegas, tidak ada gesture yang menunjukkan pemimpin negara ini mau berantas korupsi," ucapnya. Radhar menganggap, perlu dilakukan revolusi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Yaitu pengusutan korupsi secara radikal dan perang terbuka dalam memberantas korupsi.

Kasus korupsi di tubuh Polri, yang baru saja menggemparkan rakyat,  menurutnya merupakan bukti lembeknya pemerintah. KPK sebagai lembaga yang jelas berwenang sebagai institusi pemberantasan korupsi seolah diserang. Ironisnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dianggap tidak memberikan arahan yang jelas.

"Jenderal yang korupsi tidak pantas dibela. SBY harusnya sebagai kepala negara jangan selalu mencari posisi aman. Seolah kita tidak punya kepala negara, hanya kepala pemerintahan saja. Kalau begini lebih baik ganti pemimpin," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement