REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya, mewajibkan perusahaan untuk mengikutsertakan setiap karyawan dalam jaminan sosial, baik Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) atau Jaminan Sosial Nasional (JSN).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Mahfud MD saat membacakan amar putusan Pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 4 ayat (1), dan UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 13 ayat (1), Rabu (8/8).
Dalam putusan tersebut, Mahakam menyatakan Pasal 4 ayat (1) UU Jamsostek bertentangan dengan UUD 1945, itu jika dimaknai meniadakan hak pekerja untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan perusahaan. Selain itu, pasal 13 ayat (1) UU JSN pun dinyatakan bertentangan dengan UUD.
Mahkamah berpendapat, meski kedua aturan tersebut telah membebankan kepada perusahaan untuk mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS), namun belum bisa menjamin hak pekerja atas jaminan sosial.
"Karena itu, setiap perusahaan wajib menyertakan pekerja dalam BPJS," kata anggota Hakim, Akil Mochtar.
Pengujian UU ini sendiri dimohonkan oleh Ketua Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (ISBI), M Komaruddin dan dua karyawan PT Megah Buana yakni M Hafidz dan Yuliyanti. Para pemohon menggugat aturan yang mewajibkan pemberi kerja untuk mengikutsertakan dalam jaminan sosial bagi pekerjanya.
Menurut pemohon, berlakunya pasal-pasal dalam UU Jamsostek dan JSN telah merugikan hak konstitusional yang mendapatkan kapastian hukum. Kerugian yang didasarkan pemohon lantaran banyaknya perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerja mendapatkan program jaminan sosial.
Kendati jika itu tidak dilakukan perusahaan akan terancam pidana kurungan penjara maksimal enam bulan atau dengan maksimal Rp 50 juta, namun sanksi tersebut tidaklah menjadi alat paksa pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya dalam program jaminan sosial.