REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak berencana mengadopsi sistem peningkatan kas (Cash Rises System/CRS) Korea Selatan untuk menggenjot penerimaan pajak.
"CRS merupakan sistem peningkatan penerimaan yang didukung dengan beberapa insentif seperti pengurangan pajak, undian ataupun cash back, untuk mendorong masyarakat aktif membayar pajak," kata Kasubdit Peraturan Pajak Pertambahan Nilai Industri Ditjen Pajak, Irawan di Jakarta, Selasa (7/8).
Menurut Irawan, saat ini tax ratio di Indonesia hanya 12 persen sehingga jauh dari ideal. Tax ratio negara-negara tetangga berada di kisaran 15-17 persen karena efektif dan efisiennya penerimaan pajak.
"Kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain, komposisi wajib pajak orang pribadi lebih besar daripada wajib pajak badan. Ini menandakan banyak potensi wajib pajak orang pribadi yang belum tergali," kata Irawan.
Menurut dia, untuk meningkatkan tax ratio di Indonesia maka diperlukan terobosan dalam menggali potensi ekonomi dengan mencontoh sistem CRS yang diberlakukan di Korea Selatan. "Potensi penerimaan pajak yang belum tergali itu terkait transaksi ekonomi yang tidak tercatat," kata Irawan.
Selain mengadopsi CRS Korea Selatan, kata Irawan, Ditjen Pajak juga melakukan registrasi ulang pengusaha kena pajak (PKP). Sejak Februari-Agustus 2012 Direktorat Jenderal Pajak melaksanakan registrasi ulang PKP atas Pajak Pertambahan Nilai.
"Tujuan diadakannya registrasi ulang PKP agar diisi oleh PKP yang lebih bagus dan mencabut PKP yang tidak aktif lagi," ujar Irawan.
Pada Juni 2012, menurut dia, Ditjen Pajak mencatat sebanyak 186 ribu PKP terdaftar dan 114 ribu PKP yang tercabut dari total 768 ribu PKP.
Sementara itu penerimaan pajak semester I 2012 tercatat mencapai Rp 387,6 triliun. Tahun 2012 target penerimaan pajak sebesar Rp1.016,7 triliun atau 74 persen dari penerimaan APBN-P 2012 sebesar Rp 1.548,3 triliun.