Selasa 07 Aug 2012 07:44 WIB

Demokrat Tolak Usulan Pemilu Serentak

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Hazliansyah
Anas Urbaningrum
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Anas Urbaningrum

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Partai Demokrat menyatakan tidak sepakat dengan usulan penyelenggaraan pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) secara serentak pada perubahan UU 42/2008 tentang pilpres yang tengah berlangsung di DPR. Partai pemenang pemilu tersebut menilai, konsep pemilihan umum seperti yang sekarang berjalan sudah cukup bagus. 

''Ada partai yang melontarkan ide agar yang berhak mengajukan pasangan calon itu partai yang di pemilu legislatif ranking satu, dua, tiga misalnya. Dan usulan-usulan yang lain. Tapi intinya menurut saya, apa yang sudah jalan itu sudah cukup bagus,'' kata Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum di sela Safari Ramadhan di Tasikmalaya, Selasa (7/8).

Ia menjelaskan, pileg itu sudah ada empat jenis. Yaitu pemilihan DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD. Anas pun mengaku sulit membayangkan jika pemilu harus ada penambahan pilpres. Maka, kesempatan rakyat untuk mempelajari para calon menjadi lebih terbatas.

''Karena itu menurut saya, pileg yang sudah empat jenis itu sudah cukup bagus, tak perlu ditambah lagi,'' papar Anas.

Selain itu, lanjut dia, RUU Pilpres selama ini juga menjadikan hasil pileg sebagai syarat untuk mengajukan pasangan capres-cawapres. Mengacu pada pemilu 2009, syarat tersebut yaitu parpol atau gabungan parpol yang mendapatkan 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional di pileg.

''Kalau konteksnya seperti itu tidak bisa. Jadi hasil pileg itu salah satu syarat. Ini etape awal untuk masuk ke pilpres. Dengan begitu menurut saya, pileg biarkan berjalan. Karena sudah empat jenis itu. Kemudian pilpres biarkan berjalan,'' ungkap Anas.

Ia pun menepis alasan pelaksanaan pemilu serentak itu untuk efisiensi. Harusnya, pemilu tak hanya berpikir mengenai efisiensi, melainkan juga bagaimana melayani dengan baik rakyat sebagai pemilih secara politik. Caranya, antara lain dengan memberikan kesempatan rakyat mempelajari dengan persis siapa calon yang mau dipilih.

Alasan untuk membuat koalisi yang stabil pun dibantah. Menurut Anas, koalisi merupakan tradisi baru di Indonesia. Namun, dipastikan kalau koalisi itu tak terkait dengan pelaksanaan pileg dan pilpres yang serentak atau tidak.

''Koalisi itu kerja sama politik. Koalisi itu bisa dibangun sebelum pileg skalipun. Meski pun finalnya biasanya setelah pileg,'' pungkas mantan Ketua Umum PB HMI tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement