REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Presiden RI ketiga, Burhanuddin Jusuf (BJ) Habibie menyinggung pluralisme yang dimiliki Indonesia. Menurutnya, tidak perlu dipusingkan dengan perbedaan yang dimiliki Indonesia. Tetapi pada persamaan yang dimiliki sehingga bisa tetap bersatu.
"Pluralisme di sini bisa terjadi karena adanya toleransi yang besar dan saling pengertian satu sama lain," katanya, Jumat (3/8).
Hal tersebut diungkapkannya saat menggelar acara silaturahmi cendekiawan lintas agama di kediaman BJ Habibie, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan tersebut hadir sejumlah tokoh lintas agama dari beberapa forum.
Forum tersebut adalah Forum Cendikiawan Hindu Indonesia, Keluarga Cendikiawan Buddhis Indonesia, Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia, dan Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI).
Tampak Ketua Presidium ICMI Ilham Habibie, anggota presidium ICMI, Priyo Budi Santoso, Marwah Daud; Ketua Umum Ikatan Sarjana NU, Ali Mashur Musa; Ketua Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia, Cornelius D Ronowidjojo dan tokoh lintas agama lainnya.
Ia memaparkan, pluralisme bisa dilihat dari banyaknya etnis di Indonesia. Untuk etnis Jawa saja persentasenya mencapai 40 persen. Disusul dengan etnis Sunda (15), Tionghoa (3,7) dan Melayu (3,4). "Saya pernah bilang sama JK (Jusuf Kalla); Kamu orang Bugis, kamu orang urutan ke-10," katanya sambil tertawa mengenang lelucon dengan Ketua PMI itu.
Dalam silaturahmi yang diakhiri dengan santap malam, Habibie berkali-kali menekankan pentingnya toleransi. Apalagi toleransi itu telah berkembang dan terwujud di tanah air dalam bentuk Pancasila.
Menurutnya, masyarakat Indonesia patut bersyukur karena memiliki rasa toleransi yang bisa mengikat perbedaan yang ada. Karena, tak jarang pluralisme yang berada di negara lain tidak bisa terimplementasi dan justru berujung pada perang saudara.
"Memberikan toleransi kepada yang lain itu langkah pertama untuk menciptakan keharmonisan," katanya.
Dengan hal itu pula, toleransi bisa menciptakan rasa saling menghormati yang berujung pada kerukunan dan kedamaian umat beragama. Ia mengatakan Indonesia harus bersyukur karena persatuan dan kesatuan ada, tidak ada masalah dengan perbedaan dan tetap bisa utuh.
"Banyak negara yang berkorban agar pluralismee itu bisa mengimplementasi. Kita ini negara pancasila, negara yang problemnya banyak tapi tidak ada perang saudara," katanya.
Menurutnya, pluralisme itu bisa menjadi kekuatan asalkan bisa dimanfaatkan dengan sepandai-pandainya. Ia menyakini masyarakat yang plural justru masyarakat yang paling tinggi produktifitas dan inovasinya.
Habibie pun mengajak agar masyarakat Indonesia kembali pada dasar terbentuknya Indonesia. "Mari kita back to basic, bahu membahu perjuangkan kepentingan dan menciptakan keadilan," tandasnya.