REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Koalisi Mayarakat Sipil mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk menghentikan penyidikan perkara simulator kemudi dalam proses pembuatan SIM. Desakan itu mengemuka setelah Polri menetapkan lima tersangka yang tiga di antaranya juga telah dilekatkan status serupa oleh KPK.
Praktisi Hukum, Taufik Basari menuturkan, sengketa penanganan perkara simulator SIM itu harus segera dihentikan. Caranya, ungkap dia, Polri harus mematuhi Pasal 50 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK yang secara jelas menyatakan bahwa Kepolisian dan Kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan bilamana KPK sudah mengambil langkah tersebut.
"Itu ada di Pasal 50 ayat (3) dan (4)," sebut Taufik dalam temu wartawan di Kantor Transparancy International Indonesia (TII), Jumat (3/8).
Dengan penerapan ketentuan itu, Taufik menegaskan, Polri harus segera menghentikan proses penyidikan dan melaksanakan aturan perundang-undangan yang berlaku. Bilamana Polri bersikukuh untuk melanjutkan penyidikan, dia menyatakan, Polri telah melakukan pelanggaran hukum.
Sehingga, tutur Taufik, pemimpin tertinggi kepolisian, Kapolri Jenderal Timur Pradopo, harus bertanggung jawab atas perilaku pelanggaran hukum tersebut. Oleh sebab itu, ujar dia, kepala kepolisian Indonesia harus dihukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Sebagaimana ketentuan yang berlaku di kepolisian terkait Angkum (Atasan yang Berhak Menghukum), maka yang memiliki hak menghukum Kapolri hanya presiden," tutur Taufik.
Lebih lanjut, Taufik mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memiliki peran vital dalam hal penyelesaian sengketa penanganan kasus Simulator SIM. Presiden, ujar dia, harus bersuara dan memberikan keleluasaan seluas-luasnya bagi KPK untuk menangani perkara yang melibatkan petinggi Polri itu.
"Langkah itu harus cepat diambil presiden agar semangat pemberantasan korupsi tidak runtuh dan hancur," tegas Taufik.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan empat tersangka dugaan tindak korupsi dalam pengadaan Simulator Kemudi untuk pembuatan SIM senilai hampir Rp 200 miliar. Mereka itu adalah Irjen Djoko Susilo (mantan Ka Korlantas Polri), Brigjen Didik Purnomo (Waka Korlantas Polri), Budi Susanto (Dirut PT Citra Mandiri Metalindo Abadi) dan Sukotjo S Bambang (Dirut PT Inovasi Teknologi Indonesia).
Di sisi lain, Polri juga melakukan penyidikan dan menetapkan lima tersangka dalam kasus yang juga ditangani KPK. Kelimanya yakni Brigjen Didik Purnomo, AKBP Teddy Rusmawan (selaku Ketua Pengadaan), Sukotjo S Bambang, Budi Susanto dan Kompol L.