REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, menegaskan bahwa proses penyidikan kasus korupsi pengadaan simulator mobil dan motor di Korlantas Polri ditangani oleh KPK. Lembaga penegak hukum yang lain diminta untuk membantu saja.
"Kalau berdasarkan pada pasal 50 ayat 1, 3, dan 4, maka sudah jelas dimaksudkan bahwa KPK yang lebih dulu melakukan penyidikan. Maka intansi yang lain membantu KPK agar penyidikan ini dapat berjalan dengan lancar," kata Abraham di kantornya, Kamis (2/8).
Abraham menjelaskan, instansi yang lain itu diminta untuk bekerjasam dan membantu KPK. Ia memastikan tak ada istilah memperebutkan perkara atau dipaksa berhenti. "Karena KPK yang duluan, lembaga yang lain turut serta," katanya.
Menurut Abraham, pihaknya sudah memulai proses ini dengan diawali penyelidikan pada Januari 2011. Kalau dilihat dari urutannya, maka KPK yang lebih dulu. "Sehingga kalau kita ingin patuh dan taat, maka seyogyanya institusi yang lain turut serta dan mendukung KPK 100 persen," katanya.
Dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK Pasal 50 ayat (3) disebutkan, dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan, maka kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan. Kemudian dalam ayat (4) diatur, dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut segera dihentikan.
Setelah KPK melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka dalam korupsi proyek pengadaan simulator mengemudi, Polri juga melakukan hal yang sama. Bahkan sejak 1 Agustus Kabareskrim telah menentukan 5 tersangka. Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kelimanya sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung.
Mereka adalah Brigjen Didik Purnomo yang saat ini menjabat Wakorlantas, AKBP TR adalah Teddy Rusmawan sebagai ketua pengadaan, pihak ketiga SB yakni Sukotjo Bambang dan BS adalah Budi Susanto, serta Kompol L.