Selasa 31 Jul 2012 20:53 WIB

CSIS: Indonesia Bukan Negara Gagal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Center for Strategic and International Studies (CSIS) menganggap pernyataan lembaga The Fund for Peace yang beberapa waktu lalu merilis bahwa Indonesia termasuk negara gagal adalah tidak benar.

Peneliti CSIS Philips Vermonte menilai dalam hal sebagai negara, Indonesia telah memiliki konstitusi yang tegas sebagai sebuah institusi sehingga tidak bisa dikategorikan gagal.

"Indonesia punya UUD 1945 dan Pancasila serta menyatakan diri sebagai 'rechstaat' atau negara hukum," kata Philip dalam diskusi bertema "Benarkah Indonesia Negara Gagal Bercermin pada Kasus Persekusi Ahmadiyah" di Ma'arif Institute, Jakarta Selatan, Selasa (31/7).

Menurut Philips, jika paramater kegagalan tersebut diarahkan pada masalah toleransi terhadap kaum minoritas, dalam hal ini Ahmadiyah, maka seharusnya ditujukan pada pemerintah Indonesia. "Kita harus tegas dalam hal ini, bahwa yang gagal adalah pemerintah. Bukan Negara Indonesia," katanya.

Berdasarkan hasil penelitian CSIS terhadap kemajemukan di Indonesia, diperoleh hasil bahwa sebagian besar masyarakat mengakui perbedaan, tetapi tidak ingin berpartisipasi di dalamnya.

"Berdasarkan penelitian ini, bisa disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia terbuka pada perbedaan, tetapi tetap memiliki rasa eksklusif terhadap umat beragama lain," katanya.

Philips menilai dalam hal inilah pemerintah memiliki fungsi yang sangat penting untuk menegakkan hukum. "Di saat kondisi masyarakatnya yang memang cenderung eksklusif dan intorelan maka fungsi pemerintah adalah melindungi warga negara dengan 'law enforcement' atau penegakan hukum yang tidak memihak," katanya.

"Melihat kekerasan dan perlakuan diskriminatif terhadap kaum Ahmadiyah dan umat minoritas secara keseluruhan, maka bisa dikatakan pemerintah telah gagal atau tidak mampu melindungi warga negaranya," tambah Philips.

Selain Philips, hadir pula sebagai narasumber dalam diskusi "Benarkah Indonesia Negara Gagal Bercermin pada Kasus Persekusi Ahmadiyah" adalah Zafrullah Ahmad Pontoh (tokoh Ahmadiyah) dan Ahmad Najib Burhani (peneliti Ma'arif Institute).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement