REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan kenaikan harga kedelai bukan keinginan pemerintah, namun disebabkan adanya masalah di sumber produksi di luar negeri.
"Saya dan istri saya menerima banyak SMS soal kelangkaan tahu dan tempe di pasar dalam negeri," kata Presiden pada acara sidang kabinet terbatas di Kementerian Perindustrian Jakarta, Jumat (27/7).
Menurut Presiden, produksi kedelai dalam negeri per tahun adalah 800.000 ton, sedangkan kebutuhan mencapai 2,5 juta ton.
"Untuk menutupi defisit pasokan kedelai di dalam negeri, kita masih mengimpor 1,5-1,8 juta ton pertahun. Selama ini, kebutuhan kedelai dalam negeri masih impor dari Amerika Serikat," katanya.
Namun, Negeri Paman Sam sedang mengalami kekeringan panjang sehingga produksinya berkurang, akibatnya negara-negara pengimpor mengalami kekurangan pasokan dan ini memicu lonjakan harga.
"Pemerintah sudah melakukan beberapa upaya untuk melakukan stabilisasi harga agar kenaikan masuk akal dan membebaskan bea masuk impor kedelai," ujarnya.
Kepala Negara menambahkan bahwa semua pihak diharapkan melakukan pengawasan dan kerja samanya dalam mengatasi masalah kedelai ini.
"Jika ada importir yang terbukti merugikan masyarakat harus ditindak secara hukum. Untuk sidak tahu dan tempe di pasar harus dihentikan karena hal tersebut sangat merugikan," katanya.