Kamis 26 Jul 2012 20:48 WIB

Maraknya Batik Cetak Dikeluhkan Pengusaha

Batik Cetak
Batik Cetak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Beberapa pengusaha batik mengeluhkan maraknya batik cetak yang ada di pasaran karena lebih dipilih masyarakat secara umum yang dinilai tidak menghargai perajin batik yang asli, seperti batik tulis, cap dan campuran.

"Sekarang ini sudah banyak sekali batik cetak yang dijual di pasaran, padahal itu tidak sesuai dengan esensi batik sendiri," kata pengusaha batik Adriana Debora pada festival wirausaha wanita di Jakarta, Kamis (26/7).

Menurut Adriana, batik merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan dengan menghargai para perajinnya selain membeli dan mengenakan batik itu sendiri. "Banyak orang yang asal membeli, yang penting itu batik," katanya.

Namun, dirinya mengaku tidak terlalu berpengaruh dengan maraknya batik cetak di pasaran. "Saya menawarkan kualitas, jadi pembeli bisa menilai sendiri," katanya.

Adriana berharap pemerintah harus menerapkan edukasi batik agar masyarakat dapat menghargai batik sebagai warisan budaya Indonesia bahkan dunia. "Masyarakat harus tahu betul apa itu batik, prosesnya seperti apa dan esensi batik itu sendiri," katanya.

Hal sama juga dikatakan pegawai pemasaran salah satu usaha batik dari Semarang Nailil Rohmah yang mengaku seringkali kesulitan dalam penjualan karena banyak konsumen yang beralih ke batik cetak. "Tidak heran masyarakat lebih batik cetak karena dengan harga yang murah, mereka bisa mendapatkan beberapa potong batik," katanya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah Kementerian Perdagangan Euis Saedah mengatakan banyaknya batik cetak tiruan di pasaran merupakan kendala industri batik di Indonesia. "Permintaan sebagian besar orang Indonesia itu yang bagus dan murah, batik cetak tiruan itulah yang memukau dan diminati," kata Euis.

Ia mengatakan banyak tidak bisa memebedakan mana batik tulis, cap dan campur sehingga banyak pembeli yang tertipu. "Banyak yang tidak bisa membedakan batik yang betul-betul tulis dengan batik cetak tiruan tersebut karena bahannya memang mirip," katanya.

Menurut dia, jika dilihat dari harganya jelas berbeda. Harga batik tulis asli bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah per potong. Kemenperin mengaku sulit menghadapi kendala tersebut karena industri batik cetak memiliki pekerja yang jumlahnya tidak sedikit.

"Sulit bagi kami untuk melarang perindustrian batik tersebut karena mereka memiliki ribuan pekerja, seperti di Pekalongan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement