Kamis 26 Jul 2012 20:46 WIB

Pembatasan Transaksi Tunai Bisa Kurangi Korupsi?

PPATK (ilustrasi)
PPATK (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso mengatakan perlunya pembatasan transaksi uang tunai yang akan berdampak pada turunnya korupsi.

"Kalau ada aturan bahwa transaksi tunai itu dibatasi maka korupsi akan turun sekitar 70 persen," kata Agus dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (26/7).

Ia mengatakan, jika transaksi lebih banyak dilakukan secara non tunai maka korupsi tidak akan merajalela seperti saat ini. Agus berpendapat tidak perlu ada undang-undang yang khusus mengatur pelaksanaan transaksi non tunai. Yang diperlukan adalah aturan pembatasan transaksi tunai.

"Regulasi tersebut mengatur berapa besar transaksi yang dapat dilakukan setiap orang," kata dia. Ia mengatakan dalam kehidupan sehari-hari, gaji dibayarkan lewat transfer dan tidak ada lagi yang diberikan lewat amplop sehingga itu sudah satu misi dengan Bank Indonesia (BI) yang menargetkan kenaikan 10 persen setiap tahun dari transaksi non tunai.

Menurut dia, saat ini dengan adanya "smart card" dan debit bisa melakukan transaksi pembayaran secara non tunai. "Uang sebesar Rp100 juta besar sekali, karena itu kami minta penyedia jasa keuangan satu misi dengan BI," katanya.

PPATK mengimbau perbankan satu misi dengan BI dalam mendukung pemberantasan dan pencegahan korupsi. Ia juga meminta agar perbankan lebih mendorong nasabah melakukan transaksi secara non tunai karena juga akan terhindar dari risiko uang palsu.

"Kalau semua transaksi dilakukan dengan secara non tunai maka kejahatan pemalsuan uang dapat diminimalkan, kriminalitas akan turun, dan menjadikan negara ini lebih efisien," katanya.

sumber : Antara

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement