REPUBLIKA.CO.ID,Mulena sulit melupakan peristiwa yang terjadi pada Selasa (24/7) petang itu. Ibu berusia 54 tahun ini sedang menikmati takjil untuk berbuka puasa bersama suami dan anak bungsunya. Tiba-tiba gemuruh air yang sangat deras terdengar hingga ke dalam rumah.
Mulena pun penasaran. Dia anak bungsunya menarik Mulena dan langsung membawanya keluar rumah. Suara itu ternyata berasal dari air banjir bandang yang menimpa rumah Mulena yang terletak di Limau Manih, Kecamatan Pauh, Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar). “Saya masih trauma dengan peristiwa kemarin malam karena air dengan cepat meluap dan menghanyutkan seluruh isi rumah,” ujar Mulena yang bekerja sebagai penjual satai ini. Saat ini dia terpaksa tinggal di rumah anaknya yang berjarak sekitar dua kilometer dari lokasi.
Banjir tak hanya menggenangi rumah Mulena, tapi juga menghanyutkan seluruh masakan dagangannya. Mulena sehari-harinya berdagang satai di rumah tersebut yang telah ditempatinya selama delapan tahun. Selama tinggal di situ, ia tidak pernah mengalami kejadian seperti itu dan bahkan tidak ada firasat akan terjadi bencana meski hujan deras. “Kemarin hanya hujan biasa saja, tetapi airnya begitu deras,” katanya.
Dia mengaku hingga kini belum mendapat bantuan dari pemerintah. Dia berharap ada nya bantuan modal untuk kembali membuka usaha karena hampir semua barang-barang di dalam rumah hanyut tersapu banjir bandang.
Mardison, warga Kompleks Perumahan Tabing Banda Gadang, Kecamatan Nanggalo, Padang, juga tak menyangka datangnya banjir bandang. Air masuk rumahnya pada pukul 18.45 WIB, beriringan dengan bunyi sirene berbuka puasa. Setelah mencicipi teh manis, Mardison bersiap shalat Maghrib, tiba-tiba air masuk ke rumahnya.
Pria 35 tahun ini belum sempat menyantap hidangan berbuka puasa yang sudah disiapkan istrinya karena harus menyelamatkan diri bersama istri dan tiga anaknya yang masih kecil. Beruntung, anak anak Mardison sudah sempat makan meski tak sampai selesai karena air berwarna kuning itu sudah masuk ke dalam ru mah. “Awak (saya) hanya berbuka dengan air teh dan sampai pukul 02.00 (Rabu dini hari) belum mencicipi nasi,” ujar Mardison yang masih trauma dengan peristiwa itu.
Ketenangan dalam suasana berbuka puasa itu berubah drastis menjadi panik. Akibatnya, warga berhamburan menyelamatkan diri mencari tempat ketinggian. Warga menyelamatkan diri ke kompleks sebelah yang lebih tinggi dibandingkan Kompleks Perumahan Tabing Banda Gadang yang jaraknya sekitar 100 meter dari banjir kanal. “Sejak senja kami belum melihat keadaan rumah meskipun kondisi pintu saat ditinggalkan terbuka saja. Kami masih khawatir tiba-tiba air yang naik begitu cepat dengan arus deras membawa material potongan kayu gelondongan,” ujar Mardison.
Puluhan rumah warga terendam di kompleks itu. Bah kan ketika air tiba-tiba naik, arus deras sempat menghanyutkan warga hingga sejauh 30 meter, tapi akhirnya selamat. Ada seorang warga yang menyelamatkan diri naik ke atap rumahnya, tapi sulit bernapas hingga sempat pingsan. Warga lain pun menyelamat kannya dengan membuka atap rumah tersebut.
Koordinator Operasional SAR Padang, Akmal, mengatakan banjir bandang itu menghantam sedikitnya tujuh titik, yakni Kawasan Limau Manis, Batu Busuk, Kapalo Koto, Ceng keh, Padang Besi, Kalumbuk, dan Tunggul Hitam. Luapan air banjir yang merendam rumah warga mencapai 1,2 meter.
Banjir juga menghanyutkan sejumlah rumah dan menumbangkan tiang listrik serta pepohonan. Saat ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang memberlakukan status siaga darurat terkait dengan bencana tersebut. Padang sudah diguyur hujan deras sejak pukul 16.00.
Hujan lebat itu menyebabkan beberapa aliran sungai meluap, yakni Sungai Lubuk Kilangan sampai ke Ujung Tanah, Seberang Padang, Batang Anai, Sungai Kurao Pagang, serta Bantaran Hulu sampai Hilir Sungai Batang Kuranji meliputi daerah Limau Manis, Kuranji. Luapan air sungai itu menyebabkan banjir hingga merendam rumah warga serta meng hanyutkan rumah.
Berdasarkan data sementara, lima unit rumah yang berada di daerah Koto Tuo, dan Koto Panjang Pauh, Kota Pa dang, tersapu banjir. “Banjir juga menerjang satu unit mu shala di Tabing Banda Gadang, Kecamatan Nanggalo. Satu unit mobil di daerah Cangkeh, Kecamatan Lubuk Begalung,” kata Kabid Penanggulangan Bencana Dinas Pemadam Kebakaran Kota Padang, Edi Asri.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sempat mencatat ada delapan warga, termasuk dua orang yang hilang, saat berada di perahu di tengah laut. Pada Rabu (25/7) delapan warga yang hilang itu sudah ditemukan. “Semuanya sudah ditemukan dengan selamat, jadi tidak ada korban tewas dalam musibah itu,” kata Kepala BPBD Sumatra Barat, Yazid Fadhli.
Setelah dilakukan pencarian, enam warga ini telah menyelamatkan diri ke tempat lebih tinggi. Dua orang di perahu menyelamatkan diri di pulau terdekat. Saat ini, kata Yazid, kondisi terakhir di Padang telah normal. Banjir bandang yang menerjang Kota Padang itu langsung menuju ke laut dan seketika surut.
Warga Kota Padang sedang membersihkan rumah-rumah mereka yang sempat tersapu banjir bandang. BPBD Sumbar masih menghitung jumlah kerugian akibat bencana alam ini, termasuk jumlah rumah yang rusak. Ia juga mencatat beberapa jembatan rusak dan mushala hanyut.
Sembilan rumah warga di kawasan Gunung Nago Kelurah an Lambung Bukik, Kecamatan Pauh, Kota Padang, rusak berat. Banjir bandang juga menghanyutkan satu unit jembatan, satu mushala, ratusan ternak, dan sekitar 40 hektare persawahan. BPBD Kota Padang mencatat ada tujuh rumah warga yang hanyut di lima kecamatan.
Warga bersama anggota TNI bergotong-royong membuat jembatan darurat dari pohon kelapa pascaambruknya jembatan Gunung Nago, Kelurahan Lambung Bukik, Kecamatan Pauh, Kota Padang. Keberadaan jembatan diharapkan bisa membantu masyarakat yang biasa melintas dengan tidak menyeberangi aliran sungai Batang Kuranji.
Jembatan itu akses satu satunya penghubung Desa Gunung Nago ke arah perkotaan. Warga bergotong-royong tanpa bantuan alat berat untuk mengangkat batang pohon kelapa yang panjangnya sekitar 12 meter dengan diameter 30 cm itu. Batang pohon kelapa ini tumbang dihantam banjir bandang.
Untuk menggiring dari ba gian hulu sungai, warga ber sama TNI memanfaatkan arus sungai yang tidak terlalu deras untuk membawanya ke dekat jembatan. Dari tepi sungai, warga beramai-ramai menarik batang pohon kelapa itu menggunakan tali termasuk untuk menaikkan ke badan jembatan yang tingginya sekitar lima meter.