REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengungkapkan adanya transaksi keuangan mencurigakan yang melibatkan pejabat daerah.
"Transaksi mencurigakan itu didasarkan antara lain pada jumlah nilai transaksi tunai serta frekuensinya," kata M. Yusuf dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Ia mencontohkan, terdapat 376 laporan transaksi keuangan mencurigakan yang melibatkan bupati. Dari jumalh itu terdapat 308 hasil analisis telah disampaikan kepada penegak hukum.
"Kami tidak punya kewenangan mengecek materil, misalnya saja ada seorang bupati yang membeli polis asuransi senilai Rp 2 miliar," katanya.
Ia menyebutkan, setelah dilakukan analisi lebih seksama terhadap transaksi-transaksi tersebut, tidak ada penjelasan ataupun klarifikasi atas transaksi itu.
PPATK, dari hasil analisis yang dilakukannya, mendapati lebih dari 2.000 transaksi keuangan mencurigakan yang melibatkan pejabat dan staf pemerintah daerah. Dari jumlah itu sebanyak 1.287 transaksi keuangan terkait dengan bendahara daerah, 376 terkait bupati, dan 729 transaksi terkait staf keuangan.
PPATK menemukan adanya berbagai modus dalam transaksi keuangan mencurigakan tersebut yang dapat berindikasi tindak pidana.
Modus tersebut antara lain untuk daerah yang surplus atau pendapatan asli daerahnya bagus, dana yang tersisa di kas negara dimasukkan ke rekening pribadi.
"Biasanya ketika akhir Desember ada dana di kas daerah di situ terjadi penyalahgunaan dari rekening dinas masuk ke rekening pribadi," kata Yusuf.
Ia menambahkan kalau tidak masuk ke rekening pribadi, mereka mengeinvestasikan dana tersebut seperti ke tambang batu bara. "Celakanya kalau investasi tersebut tidak untung maka hilang dana pemerintah daerah tersebut," katanya.