REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Krisis kenaikan harga kedelai yang menjadi bahan baku tempe dan tahu pada 2012 merupakan yang terparah dibandingkan kenaikan harga kedelai tahun-tahun sebelumnya.
"Krisis harga kedelai seperti ini terjadi pada 2007-2008 lalu, namun tidak separah tahun ini yang kenaikannya sangat signifikan," kata Sekretaris Umum Koperasi pengusaha Tahu Tempe Indonesia (Koptti) Jawa Barat Hugo Siswaya di Bandung, Kamis (26/7).
Ia menyebutkan, harga kedelai impor saat ini Rp 8.000 per kilogram, atau naik signifikan dibandingkan harga di awal tahun Rp 5.300 per kilogram. Sedangkan pada 2007 lalu gejolak harga kedelai hanya mencapai Rp 7.000 per kilogram.
"Saya yakin tahun ini paling parah, dan bila tidak ada campur tangan lebih banyak dari pemerintah dalam menghilangkan bea impor, kondisi krisis seperti ini akan berulang," kata Hugo.
Ia menyebutkan, kenaikan harga kedelai itu akibat kenaikan harga kedelai di dunia, sedangkan dari sisi stok cukup tersedia, namun harganya tinggi di luar batas kewajaran.
Kondisi seperti ini, kata Hugo dirasakan pada tahun 1998 dimana harga kedelai saat itu mengalami kenaikan cukup signifikan namun kondisi waktu itu berbeda dengan saat ini. "Tahun 1998 juga sempat mengalami kondisi seperti itu, namun kondisinya dengan sekarang kan lain," katanya.
Pada kesempatan itu, Hugo atas nama Koptti Jabar mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah konkret untuk menjaga kestabilan harga kedelai di dalam negeri, salah satunya menghapuskan bea masuk lima persen menjadi nol persen. Menurut dia, tanpa ada peran pemerintah yang lebih signifikan dalam mekanisme impor kedelai khususnya terkait bea masuk, sulit untuk menekan harga.