REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Ketua Pusat Layanan dan Disabilitas (PLSD) Universitas Brawijaya (Unibraw), Fadilah Putra, mengemukakan bahwa sekitar 26 juta penyandang difabel di Indonesia merasa tersisihkan. Hal ini karena mereka tidak mendapatkan akses pendidikan yang layak.
"Sekitar 10 persen dari total jumlah penduduk Indonesia menderita cacat fisik (difabel) dan sekitar 26 juta dari 10 persen ini merasa dikucilkan dan ditindas, bahkan tidak punya kesempatan untuk meraih pendidikan yang layak," kata Fadilah di Malang, Kamis (26/7).
Menurut dia, diskriminasi terhadap penyandang difabel adalah pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal, kata dia, mereka punya hak untuk mendapatkan akses yang sama dengan warga normal lainnya, terutama dalam bidang pendidikan.
Dari data yang dimiliki PLSD UB, tingkat pendidikan penyandang difabel di Indonesia sebagian besar tidak lulus SD (50 persen), yang lulus SD sebanyak 47 persen, dan yang melanjutkan sekolah hingga jenjang SMA sampai perguiruan tinggi (PT) hanya tiga persen.
Melihat kondisi inilah, tegas Fadilah, Universitas Brawijaya (UB) memberikan kesempatan pendidikan bagi penyandang difabel, meski kuotanya untuk tahun pertama tidak banyak.
Sementara Sekretaris PLSD UB Slamet Thohari mengatakan, fasilitas bagi mahasiswa difabel di UB tidak ada masalah, sebab hampir di seluruh gedung yang ada di areal kampus sudah menyediakan fasilitas bagi penyandang cacat. PLSD UB juga memberikan pendampingan bagi mahasiswa difabel yang membutuhkan. Para pendamping tersebut adalah relawan dari kalangan dosen, mahasiswa, atau masyarakat umum yang bisa berbahasa isyarat.