REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sekjen Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran menginginkan Bulog dikembalikan fungsinya seperti tahun 80-an sebagai badan logistik yang tidak hanya mengurusi beras saja.
"Sehingga campur tangan badan itu tidak terbatas pada beras tapi juga pada kedelai. Harga sembako bisa dikontrol lebih mudah dengan Bulog memiliki fungsi yang sama pada tahun 80-an," kata Ngadiran.
Ngadiran melontarkan hal itu menanggapi tingginya harga kedelai impor. Harga kedelai semakin tak terkendali dan membenani para perajin tahu dan tempe.
Pemerintah sendiri tengah mengupayakan penurunan harga. Salah satu pendekatan adalah berencana menghapus cukai kedelai. Pengamat pertanian Khudori mengatakan penghapusan cukai kedelai impor oleh pemerintah tidak menyelesaikan akar masalah tingginya harga kedelai yang memicu banyak perajin tempe dan tahu melakukan aksi mogok memproduksi olahan kedelai itu.
"Penghapusan 5 persen cukai impor kedelai hanya bermanfaat untuk sementara waktu, ibarat pemadam kebakaran yang memadamkan api untuk sekali waktu tetapi tidak mengantisipasi kebakaran yang berulang," kata Khudori di Jakarta, Rabu.
Dia menyebut tahun 2008 Indonesia pernah mengalami lonjakan harga kedelai. Pemerintah saat itu juga melakukan penghapusan pajak kedelai impor sebesar 10 persen.
Pada 2012 kenaikan harga kedelai kembali terjadi dengan alasan yang sama. Setidaknya Khudori menyebutkan beberapa sebab yang sama dari tahun ke tahun mengenai lonjakan harga kedelai dan belum juga diselesaikan.
Pertama, ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor terutama komoditi dari Amerika Serikat (AS). Pertanian lokal hanya mampu menghasilkan 30 persen kebutuhan kedelai nasional. Sisanya 70 persen merupakan produk impor dengan komposisi 90 persen berasal dari AS.
Dengan begitu terjadi instabilitas harga karena harga akan dimainkan oleh pemasok kedelai dari luar. Apalagi jika yang terjadi adalah produksi kedelai dari luar terganggu seperti kekeringan di ladang kedelai AS.
Kedua, petani saat ini lebih memilih menanam tanaman selain kedelai seperti beras, padi, jagung, dan tebu. Keengganan petani menanam kedelai karena lebih mengutamakan tanaman lain yang lebih menguntungkan.
Belum lagi kedelai lokal harus bersaing dengan kedelai impor yang lebih diminati pasar.
"Pasar kita cenderung liberal, tidak ada upaya mengatur ketat impor kedelai sehingga harga petani makin enggan menanam kedelai karena harganya kalah bersaing dengan kedelai impor," kata Khudori.