Rabu 25 Jul 2012 12:53 WIB

PDIP: SBY Harus Turun Tangan Selesaikan Dugaan Pelanggaran HAM 1965

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Heri Ruslan
Kader PDIP (ilustrasi)
Kader PDIP (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengimbau SBY untuk tidak tinggal diam dalam menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM yang terjadi pada 1965 lalu. Dugaan perkara ini harus segera diselesaikan agar masyarakat tidak terjebak dalam dendam.

"Saya pribadi lebih setuju jika penyelesaian kejahatan HAM tahun 1965/1966 tersebut diselesaikan secara politik dan kemanusiaan  dengan menggunakan kearifan lokal bangsa kita sendiri," jelas Wakil Sekretaris Jenderal PDIP, Achmad Basarah, di Jakarta, Rabu (25/7).

Caranya, Presiden SBY membuat pernyataan permohonan maaf kepada para korban kejahatan HAM 1965/1966. SBY harus merehabilitasi mereka yang telah dan masih menjadi tahanan politik akibat peristiwa 1965/1966 tersebut.

Selain itu, pemerintah harus memberikan ganti rugi kepada mereka atas dasar azas kemanusiaan yang adil dan beradab. Selanjutnya Presiden SBY menggelar forum rekonsiliasi bangsa agar para pihak yang terlibat dalam peristiwa tersebut saling bermaaf-maafan dan menghapuskan dendam sejarah.

"Kita harapkan bangsa ini dapat segera melanjutkan membangun negeri ke arah yang lebih baik lagi," imbuh Basarah.

Dia mengatakan proses penyelesaian seperti itu sangat diperlukan agar bangsa ini tidak terus-menerus terjebak dalam dendam sejarah. Jangan sampai muncul anggapan seolah-olah ada dosa warisan yang harus ditanggung oleh para anak cucu korban HAM pada masa itu yang sesungguhnya tidak mengerti apa-apa tentang sejarah para orang tua mereka di masa lalu.

Pendekatan politik dan kemanusiaan tersebut juga perlu dilakukan agar bangsa ini jangan mengulangi lagi perilaku-perilaku kekerasan yang melanggar HAM, baik yg bersifat vertikal-horisontal yaitu antara negara dan rakyatnya maupun horisontal-horisontal atau kekerasan sesama komponen bangsa kita sendiri.

Basarah mengapresiasi hasil penyelidikan Komnas HAM atas dugaan pelanggaran HAM yg dilakukan pada 1965/1966 lalu, meskipun apa yang telah diumumkan Komnas HAM tersebut sudah menjadi rahasia umum. Masyarakat luas sudah mengetahui betul pada masa itu terjadi berbagai kejahatan kemanusiaan dan juga kejahatan politik yang dilakukan oleh Rezim Orde Baru.

Untuk menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM itu, masyarakat perlu mengambil sikap tersendiri. Dia menilainya penyelidikan itu belum diperlukan untuk ditindaklanjuti melalui penyidikan, penuntutan, dan proses persidangan. Basarah menyatakan pelaku utama peristiwa tersebut telah banyak yang meninggal dunia.

Setelah melakukan penyelidikan selama hampir empat tahun terhadap peristiwa 1965, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan terdapat bukti permulaan yang cukup akan terjadinya pelanggaran HAM yang berat khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan. Komnas HAM menemukan seluruh unsur-unsur dalam Undang-Undang No 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia telah terpenuhi.

"Setelah mengkaji dan menganalisis dengan seksama semua temuan di lapangan, dari mulai keterangan korban, saksi, laporan, dokumen yang relevan, serta berbagai informasi lainnya, maka Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa 1965-1966 menyimpulkan bahwa dugaan pelanggaran tersebut benar terjadi," kata Ketua Tim Investigasi Peristiwa 1965 Komnas HAM, Nurkholis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement