REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengamat ekonomi Hendri Saparini mengatakan Indonesia harus memiliki undang-undang yang mengatur keberadaan pangan strategis untuk mengurangi ketergantungan impor dari luar negeri, seperti impor kedelai dari Amerika Serikat.
"Karena kita tidak punya produk apa saja yang menjadi pangan strategis, jadi perlakukannya sama seperti barang lain di liberalisasi sama seperti sepatu," katanya di Jakarta, Selasa.
Menurut dia saat ini Indonesia mengandalkan ketahanan pangan, namun pasokannya dari mana saja yang penting ada. Hal itu, katanya tidak akan terjadi jika menggunakan kebijakan pangan strategis.
Dia mencontohkan persaingan mendapatkan kedelai sangat ketat saat ini, karena digunakan bukan untuk makanan manusia saja tetapi untuk ternak dan energi.
"Permintaan kedelai saat ini sangat tinggi sehingga harganya tidak stabil," katanya.
Hendri juga menekankan karena vitalnya ketersediaan kedelai, bisa saja Amerika memberikan kebijakan khusus terhadap kedelainya kepada suatu negara.
Apabila itu terjadi, menurutnya itu sudah masuk dalam G to G bukan mekanisme pasar yang digunakan. "Misalnya ada `deal` antara Amerika dengan Cina, barter karena ekonomi politik, kita bisa apa," tandasnya.
Dia mengatakan kalau sudah ada undang-undang pangan strategis, baru dijalankan berbagai strategi misalnya produk dalam negeri yang harus dilindungi untuk kepentingan lokal 100 persen. Apabila nanti di impor ke negara lain, maka akan kena sanksi.
Selain itu, menurutnya peraturan ini harus didukung dengan kebijakan ketersediaan lahan, bibit dan pupuk yang memadai.
Hendri mencontohkan Amerika telah menentukan 225 jenis pangan strategis yang diatur dalam undang-undang. Bahkan, menurutnya ada 22 jenis pangan strategis yang harganya dikontrol ketika perayaan hari-hari besar.
Harga kedelai di beberapa pasar di Indonesia mengalami kenaikan signifikan. Harga kedelai naik dari Rp5.400 per kilogram menjadi Rp8.000 per kilogram.
Beberapa pedagang tempe dan tahu ikut terkena dampak kenaikan harga kedelai. Mereka berencana melakukan mogok produksi tanggal 25-27 Juli 2012.
Kenaikan harga kedelai tersebut diperkirakan karena berkurangnya pasokan kedelai impor dari Amerika Serikat. Produksi kedelai turun dari 81,25 juta ton menjadi 76,25 juta ton karena kekeringan melanda Amerika.