REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Promosi penyelenggaraan haji dan umrah menggunakan sistem multilevel marketing (MLM) merupakan bentuk penipuan. Alasannya, tidak semua peserta dapat berangkat haji atau umrah meski sudah melunasi pembayaran kepada biro penyelenggara.
Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) menilai, sistem MLM lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya.
Ketua Umum IPHI Kurdi Mustofa menekankan pentingnya fatwa Majelis Ulama Indonesia yang mengatur MLM ini. Sikap tegas IPHI tekait bisnis MLM yang menawarkan produk haji dan umrah, kata Kurdi, telah disampaikan dalam Sidang Ijtima Ulama di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 30 Juni 2012.
IPHI telah menangani beberapa kasus adanya penipuan melalui promosi MLM ini. Bahkan, pada Ahad (22/7), IPHI menerima salah seorang korban penipuan ini hingga menginap di kantor sekretariat IPHI.
"Modus ini, saya contohkan, saya ditargetkan membawa 10 orang untuk naik haji, tapi kan orang-orang ini telah merekrut banyak orang lagi yang tidak tahu akan diberangkatkan," ujarnya, Senin (23/7).
Ketua Umum Rabithah Haji Indonesia (RHI) Ade Marfuddin meminta MUI segera menyosialisasikan hasil ijtima ulama terkait fatwa pola atau modus baru sebuah biro perjalanan menggaet calon jamaah haji melalui cara MLM. RHI sempat dimintai pendapat tentang MLM haji dan umrah untuk melengkapi ijtima ulama terkait fatwanya.
Meski begitu, hingga kini RHI belum dapat mengakses hasil fatwanya. Ade mengatakan, kesigapan MUI untuk menyebarluaskan hasil ijtima bisa menghambat timbulnya korban-korban baru praktik yang tidak syar'i itu. Caranya, kata Ade, mereka mengumpulkan masyarakat dengan iming-iming biaya murah bisa pergi haji.
"Padahal, travel ini tidak ada izinnya, ini yang harus kita waspadai," ujar dia. Ade juga berharap masyarakat tidak terbujuk travel yang menawarkan paket perjalanan haji dan umrah dengan biaya semurah mungkin. Sebab, saat ini sudah tidak masuk akal dengan melihat kondisi eksternal, seperti naiknya biaya penginapan, transportasi, dan juga harga minyak mentah dunia.
Menurut Ade, MLM itu seperti money game. Pihaknya sudah menyampaikan masukan kepada Kementerian Agama (Kemenag). "Karena kami diayomi undang-undang, harus dapat perlindungan, jadi MLM jangan dibiarkan," ujar Ade. Dia meminta ketegasan Kemenag agar memberi sanksi bagi para pelakunya agar ada efek jera.
Kontroversi secara hukum, kata Ade, juga masih dipermasalahkan. Praktik MLM semacam ini menjamur karena iming-iming biaya yang murah dibanding dengan biaya haji atau umrah secara resmi. Padahal, dengan cara berantai atau arisan ini, lebih banyak orang yang kecewa.
Sementara itu, Ketua Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah Indonesia (Himpuh) Baluki Ahmad belum mau mengomentari terkait maraknya promosi menggunakan sistem MLM yang menawarkan produk haji dan umrah. "Kalau fatwanya belum keluar dari MUI, saya belum mau komentari dulu," ujarnya.