Kamis 19 Jul 2012 16:46 WIB

NU Jatim: Polres Sumenep Diskriminatif pada Pesantren

Nahdlatul Ulama
Foto: abunamira.wordpress.com
Nahdlatul Ulama

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Keluarga Besar Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur menilai Polres Sumenep diskriminatif terhadap pesantren, khususnya lulusan Pesantren An-Nuqayah 2, Guluk-Guluk, dan meminta Kapolri untuk membatalkan rekruitmen Brigadir Brimob dan Dalmas.

"Kami minta Kapolres Sumenep minta maaf secara terbuka dan Kapolri membatalkan rekrutmen Polri yang dilakukan Polres Sumenep," kata Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah didampingi Ketua PW LP Maarif NU Jatim Dr Ach Muzakki di Kantor PWNU Jatim, Surabaya, Kamis.

Dalam pernyataan sikap yang juga dihadiri Ketua PW IPNU Jatim Imam Fadlli dan Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim A Fuad Mahsuni (FPKB), ia menjelaskan diskriminasi itu terlihat dalam pengumuman penerimaan Nomor Peng/03/VI/2012 tertanggal 5 Juni 2012 yang ditandatangani Kapolres Sumenep.

"Ini godaan kepada NU menjelang puasa, padahal kita seharusnya fokus pada 'rukyatul hilal', tapi diskriminasi yang dilakukan aparat keamanan itu terkait langsung dengan masyarakat, maka kalangan pesantren di sana meminta dukungan kami. Kami akan berupaya meredam emosi mereka," katanya.

Padahal, katanya, santri asuhannya di Pesantren Genggong, Probolinggo sudah banyak yang menjadi anggota Polri dan banyak juga yang diterima pada sejumlah universitas favorit, tapi Polres Sumenep justru membatasi pendaftar dari empat pesantren. "Itu aneh dan diskriminatif," katanya.

Dalam kesempatan itu, Ketua PW Lembaga Pendidikan (LP) Maarif NU Jatim Dr Ach Muzakki membeberkan surat pengumuman dari Kapolres Sumenep yang menyebutkan persyaratan pendidikan minimal SMU/MA atau SMK dan khusus lulusan pesantren untuk empat pesantren yang diakui setara oleh Depdiknas.

"Empat pesantren yang dimaksud adalah Ponpes Gontor Ponorogo, Ponpes Al Amien Prenduen Sumenep, Ponpes Mathlabul Ulum Sumenep, dan Ponpes Modern Al Barokah, Patianrowo, Nganjuk, padahal MA di lingkungan Pesantren An Nuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep itu memiliki izin Kemenag Jatim," katanya.

Ia menunjukkan piagam izin operasional dari Kementerian Agama Jawa Timur untuk MA An Nuqayah 2, Guluk-Guluk, Sumenep, yang berlaku hingga 1 Juli 2015. Piagam izin operasional Nomor Kw.13.4/4/PP.00.6/1050/2010 itu ditandatangani Kabid Mapenda Kemenag Jatim Drs Hartoyo MSi pada 1 Juli 2010.

"Masak, Pesantren Tebuireng yang merupakan milik pendiri negara KH Hasyim Asy'ari dan juga mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu tidak diakui Polres Sumenep? Itu jelas diskriminatif, karena itu kami mendukung sikap PWNU Jatim," kata anggota DPRD Jatim, A Fuad Mahsuni.

Oleh karena itu, ia berjanji akan meminta klarifikasi kepada Kepala Dinas Pendidikan Jatim dan Kapolda Jatim tentang hal itu. "Penyetaraan pendidikan itu sudah berlaku sejak tahun 2003, apakah Polres Sumenep tidak tahu," kata legislator yang membidangi masalah Kesra itu.

Hal senada juga disampaikan Ketua PW IPNU Jatim Imam Fadlli. "Kami berharap Mendikbud dan Menag untuk duduk bersama menyusun kesetaraan perlakuan terhadap pesantren dan pendidikan yang ada dalam naungan pesantren agar kasus serupa tidak terulang," katanya.

Surat pernyataan sikap Keluarga Besar NU Jatim itu ditandatangani 26 orang, di antaranya Rais Syuriah PWNU Jatim KHM Miftachul Akhyar, Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Allalah, Ketua PW LP Maarif NU Jatim Drs Ach Muzakki, Ketua PW IPNU Jatim Imam Fadlli, dan pengurus NU lainnya serta lembaga lain di lingkungan NU seperti Ansor, ISNU, Banser, LTMI, dan LPNU.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement