REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Puluhan orang tua murid dan sejumlah LSM Pendidikan melakukan aksi unjuk rasa, karena menilai penerimaan siswa baru di Kota Depok masih bermasalah. "Tidak ada kejelasan tentang penerimaan siswa miskin dan juga jatah bina lingkungan," kata Ketua LSM Pos Peduli Pendidikan, Sutikno di Depok, Rabu (18/7).
Menurut dia mekanisme penerimaan peserta didik masih banyak keganjilan. Peraturan Wali Kota (Perwa) No.19 tahun 2012 penuh dengan kepentingan politik. "Tak ada aturan yang jelas tentang jatah bina lingkungan, sehingga banyak permainan disini," katanya.
Ia mengatakan dalam Undang-undang (UU) Pendidikan sangat jelas tertulis kalau sekolah diwajibkan menerima siswa baru dari lingkungan sekitar. Tetapi kenyataannya, jatah untuk bina lingkungan tidak dilakukan secara transparan. "Ini yang dimanfaatkan untuk menerima siswa titipan," katanya.
Dikatakannya, ada indikasi jatah 20 persen bagi lingkungan lebih banyak digunakan orang-orang untuk diperjualbelikan. Sedangkan mereka yang seharusnya berhak menggunakan jatah lingkungan, malah tidak mendapatkan haknya.
Menurut dia penggunaan kartu Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) sebagai salah satu syarat mendaftar di sekolah negeri dianggap mengganjal rakyat kecil. "Banyak masyarakat mampu yang mempunyai Jamkesda atau Jamkesmas. Mereka bisa masuk ke sekolah negeri nilainya tidak mencukupi," katanya.
Sementara itu, salah satu aktivis pendidikan Depok, Ojak Sihombang, mengaku sudah melakukan investigasi ke salah satu SMPN di Depok. Dalam penerimaan siswa di jurnal nilai didapati siswa reguler hanya mencapai 288 siswa. Namun, faktanya mereka menerima 361 siswa. Artinya, terdapat selisih sebanyak 73 siswa. "Apakah sebanyak ini bangku tersebut diperjualbelikan," tanyanya.