Selasa 17 Jul 2012 13:09 WIB

UU Cagar Budaya belum Akomodasi Warisan Budaya

Rep: neni ridarineni/ Red: Taufik Rachman
Kawasan Malioboro
Foto: Antara
Kawasan Malioboro

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA - Pemerintah Provinsi DIY membuat Perda tentang Pelestarian  Warisan Budaya dan Cagar Budaya. Karena kriteria cagar budaya  dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya terlalu sempit. Sehingga banyak warisan budaya di Yogyakarta yang tidak masuk dalam cagar budaya.

''Kriteria cagar budaya terlalu sempit. Syarat-syaratnya ditentukan pusat, lalu bagaimana dengan aspirasi daerah,''Dosen Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya UGM  Daud Aris Tanudirjo pada acara saresehan Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya yang diselenggarakan kerjasama antara Dinas Kebudayaan dengan PT Jaya Pass Abadi,  di Pendopo Wiyotoprojo Kepatihan Yogyakarta, Selasa (17/7).

Oleh karena itu  di dalam Perda tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya di DIY ada konsep baru yakni warisan budaya khas Yogyakarta yang tidak sesuai dengan kriteria undang-undang. Benda budaya yang  ingin dipertahankan daerah bisa dijadikan warisan budaya.   ''Yogyakarta yang istimewa sebagai pusat benteng kebudayaan harus berani berpikir kritis dan berinovasi. Itulah ciri khas DIY,'' tutur dia.  

Lebih lanjut dia mengungkapkan  UU Nomor 11 Tahun 2010 sampai sekarang juga belum dibuat Peraturan Pemerintah (PP)nya. Karena itu pula DIY berinisiasi membuat Perda Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya yang sekarang sedang berproses di DPRD. ''Kalau kita menunggu PP pasti lama. Makanya kita buat perda baru,''kata Daud.

Dari pemerintah pusat sampai sekarang juga belum ada arahan sertifikasi benda cagar budaya. Sampai sekarang tim ahli yang bersertifikat juga belum ada. Karena itu jika mengikuti pusat maka daerah akan mengalami hambatan.  

Kaena tim ahli belum dibentuk, maka DIY membuat terobosan, di dalam Perda Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya disebutkan perlu dibentuknya dewan pertimbangan warisan budaya sebagai tim ahli.

Diakui Daud,  saat ini cagar budaya ada yang tidak lagi dimanfaatkan. Untuk itu perlunya tim ahli untuk bersama-sama merumuskan dan yang mengevaluasi warisan budaya dan cagar budaya.  Sedangkan  pendaftaran cagar budaya dilayani oleh pemerintah kabupaten/kota dan kemudian akan dibuat peringkat apakah yang mengelola pusat atau kabupaten/kota.

Di DIY  sudah ditetapkan Kawasan Cagar Budaya (KCB) yang meliputi Kraton, Pakualaman, Malioboro, Kotabaru, Kotagede dan Imogiri. Tiap perubahan atau pengurangan bangunan di Kawasan Cagar Budaya harus mendapat izin dari pemda.

Pengajuan izin disertai dengan perancangan termasuk kondisi bangunan saat ini, permohonan IMB dan rencana kerja. Selanjutnya diajukan ke dinas perizinan dan dikonsultasikan dengan Dinas Kebudayaan. Dinas Kebudayaan akan melakukan kajian yang menghasilkan rekomendasi apakah rencana baru tersebut diizinkan atau tidak.

Daud mengungkapkan di Eropa bangunan dan kawasan kuno tidak tergusur begitu saja dan diperhitungkan secara serasi dengan bangunan lama tanpa menghilangkan bangunan yang lama tersebut.  Di samping itu bangunan yang merupakan warisan budaya diberi keterangan dan gambaran yang menyeluruh, sehingga apabila orang berkunjung ke sana tahu maknanya. Misalnya ada penjelasan tentang tugu dan nilai-nilai yang sangat  filosofi.

Selanjutnya Daud mengatakan pengelolaan cagar budaya harus dilakukan secara bersama antara pemerintah, swasta dan masyarakat dan tidak bisa terpisah-pisah.  ''Kita berharap dengan adanya kerjasama ketiga pihak  tersebut ada  yang punya kepedulian tinggi untuk melestarikan yogyakarta yang bisa diwariskan bersama untuk generasi mendatang dan dapat bermanfaat,''kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement