Senin 16 Jul 2012 17:48 WIB

Gunung Merapi Menggeliat, Sultan: Warga tak Perlu Panik

Rep: neni ridarineni/ Red: Heri Ruslan
Dokumen foto kubah lava Gunung Merapi yang terbentuk akibat erupsi tahun 2010 diabadikan dari Desa Ngargosoko, Dukun, Magelang, Jawa Tengah
Foto: antara
Dokumen foto kubah lava Gunung Merapi yang terbentuk akibat erupsi tahun 2010 diabadikan dari Desa Ngargosoko, Dukun, Magelang, Jawa Tengah

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X meminta masyarakat tidak perlu panik terkait perkembangan aktivitas gunung Merapi.

Sultan mengatakan meskipun ada  guguran lava yang disertai hujan abu di wilayah Kabupaten Magekang dan Boyolali   pemerintah  belum akan melakukan evakuasi khususnya bagi warga di sekitar lereng Merapi yang berada di kabupaten Sleman.

“Saya sudah menghubungi kemungkinan itu kepada semua pihak, tetapi belum perlu melakukan evakuasi,''  kata Sultan pada wartawan di Kepatihan Yogyakarta, Senin (16/7).  Menurut dia,  evakuasi belum perlu dilakukan karena dari kejadian indikasinya lebih ke arah ke Jawa Tengah seperdi Boyolali dan Magelang.

Sementara itu Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo menyatakan pasca terjadinya pergerakan Gunung Merapi yang cukup signifikan dan membuat masyarakat was-was lewat guguran lava disertai hujan abu Ahad petang (15/7)   sampai sekarang belum ada tanda pergerakan susulan.

 

''Badan Geologi masih melakukan pematauan lewat pemotretatn udara sampai hari ini, be,um ada pergerakan lagi,''kata dia. Pemantauan BPPTK itu sendiri sudah dilakukan sejak Sabtu (14/7) sebelum terjadinya guguran lava disertai semburan asap yang tampak menjulang sejauh 1000 meter kemarin.

Terkait dengan adanya pergerakan guguran kemarin,  kejadian itu lebih diakibatkan karena usai erupsi kondisi magma merapi semakin dinamis. Magma itu selalu memproduksi muatam gas magmatik yang ikut bergerak. Karena ruang pergerakan sempit, kemudian terjadi akumulasi dan akhirnya menimbulkan semburan seperti yang terlihat saat guguran kemarin.

''Boleh dikatakan guguran itu sebagai anomali, letusan dengan skala kecil, tapi bukan erupsi, karena tak menimbulkan semburan vulkanik dan material. Karena tidak diikuti juga dengan kegempaan, peningkatan deformasi, maupun gerakan geokimia (gas), jadi lebih akumulasi spontan saja,''jelas dia.

Diakui Subandriyo, fenomena pasca erupsi semacam itu pernah terjadi sebelumnya lebih hebat pada 1997 yang mengarah pada letusan besar atau erupsi susulan. Tapi untuk kejadian kemarin, belum masuk kategori itu karena tak adanya indikator lain khususnya kegempaan.

''Kalau letusan kecil seperti itu memang sulit terdeteksi, tak ada tanda-tandanya. Karena itu dia meminta masyarakat khususnya para pendaki   tak melakukan aktivitas dipuncak sembari menunggu perkembangan.

''Jikapun pendaki ingin melakukan pendakian, disarankan hanya mencapai titik pos pasar bubar, tak sampai puncak. Sekarang Merapi sedang kaya akan gas, dan gas itu bergerak cepat di dalam. Beda saat habis erupsi miskin gas,'' ungkap  dia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement