REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kejaksaan Agung menilai status Djoko S Tjandra--terpidana kasus pengalihan hak tagih (cassie) Bank Bali sebesar Rp 546 miliar-- yang kini menjadi Warga Negara Papua Nugini, bisa dibatalkan. Kejakgung menilai dalam proses pindah kewarganegaraan yang bersangkutan ada unsur pemalsuan informasi.
"Jadi bisa dibatalkan. Saya sudah bicarakan hal itu kepada Duta Besar Papua Nugini," jelas Wakil Jaksa Agung, Darmono, di Jakarta, Senin (16/7). Dalam pembicaraan tertutup dengan duta besar itu, Darmono menyampaikan bahwa Djoko S Tjandra berstatus terpidana yang harus segera menjalani hukuman.
Darmono menyatakan Djoko menyandang status sebagai Warga Negara Papua Nugini sejak Juni lalu. Hal ini dinilainya sebagai upaya melarikan diri. Namun hal itu diyakininya tidak akan menghambat pihak kejaksaan untuk mengeksekusi Djoko. "Kita upayakan dia dapat segera dideportasi," jelas Darmono.
Kejagung juga sudah menyampaikan surat kepada Pemerintah Papua Nugini terkait Djoko S Tjandra. Nantinya surat itu akan dibahas secara intern oleh pihak pemerintah disana.
Darmono meyakini ada yang tidak beres dalam proses perpindahan kewarganegaraan Djoko. Dua hal yang harus dipenuhi dalam perpindahan status kewarganegaraan: pertama tidak terlibat dalam permasalahan hukum di negeri asal. Kedua menyampaikan informasi seputar dirinya dengan benar.
Djoko diyakini memalsukan informasi sehingga lolos dalam proses perpindahan kewarganegaraan. "Ada keterangan tidak benar bahwa dia tidak bermaslah hukum. Info yang kita duga palsu sudah kita sampaikan ke pihak Dubes," paparnya.
Djoko Tjandra dikabarkan menjadi Warga Negara Papua Nugini (PNG) sebagai upaya menghindari proses hukum yang melibatkan dirinya. Pemerintah PNG telah memberikan kewarganegaraan. Djoko termasuk di antara sejumlah warga asing yang minggu lalu diberi akte kewarganegaraan oleh Komite Penasihat Imigrasi dan Kewarganegaraan Papua Nugini.
Djoko Tjandra meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusumah di Jakarta ke Port Moresby pada 10 Juni 2009, hanya satu hari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan atas perkaranya.
Joko Tjandra yang kini berstatus buronan Kejaksaan Agung adalah terpidana dua tahun perkara cessie Bank Bali. Selain hukuman badan, mantan Direktur Era Giat Prima itu juga harus membayar denda Rp 15 juta serta dana di Bank Bali sebesar Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara.