Jumat 13 Jul 2012 16:00 WIB

DPR: Penanganan Gugatan Churcill Mencurigakan

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Dewi Mardiani
Tambang batu bara
Foto: Antara
Tambang batu bara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR menilai penanganan gugatan perusahaan tambang Inggris, Churcill Mining, mencurigakan. Permasalahan yang muncul pada Mei lalu itu tidak disampaikan kepada pihak DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kejaksaan Agung (Kejakgung). Padahal, Kejakgung berperan sebagai pengacara negara.

"Bagi saya ini mencurigakan, karena ketika ini tidak disampaikan, maka seakan-akan pemerintah tidak ingin permasalahan ini diawasi DPR," jelas Wakil Ketua Komisi III DPR, Muhammad Natsir Djamil, saat dihubungi, Jumat (13/7). Pihaknya beberapa waktu lalu melakukan rapat dengan kejaksaan. Anehnya, ketika rapat tersebut, perkara gugatan ini tidak disampaikan. Padahal DPR memiliki fungsi pengawasan, legislasi dan anggaran.

Nasir menyatakan sejak perkara ini sampai ke pengadilan internasional, pemerintah tidak juga memberikan Surat Kuasa Khusus (SKK) kepada Kejakgung. Menurutnya, hal ini semakin aneh, karena seharusnya pemerintah mempercayakan hal ini kepada Kejakgung sebagai pengacara negara. "Kalau tidak melalui Kejakgung lalu melalui siapa?" Ungkapnya bertanya.

Nasir menyatakan gugatan Churcill ini tidak bisa dianggap remeh, karena negara terancam kehilangan 2 miliar dolar AS. "Itu bukan jumlah sedikit," imbuhnya. Pihaknya meminta pemerintah membuka perkembangan penanganan perkara ini agar masyarakat dapat mengetahui semua hal terkait hal itu.

Sementara itu, Wakil Jaksa Agung, Darmono, menyatakan pihaknya sampai saat ini masih menunggu SKK dari pemerintah. "Sampai saat ini belum dapat," paparnya. Pihaknya menyatakan sampai saat ini masih dirundingkan di internal Kejakgung. Pembicaraan perkara ini masih berlangsung tertutup.

Churcill merupakan perusahaan tambang dari Inggris yang mengeksplorasi batu bara sejak tahun 2008 di daerah Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Perusahaan ini menggugat pemerintah pada 22 Mei 2012 lalu.

Dalam gugatannya, Churcill menyebut Pemerintah Provinsi Kaltim menyita aset miliknya tanpa kompensasi yang layak, karena ada di hutan produksi dan tidak memiliki izin eksplorasi. Churchill Mining Plc, mengadukan Bupati Kutai Timur, Presiden Republik Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Kementerian ESDM, dan BKPN. Churcill menuntut Republik Indonesia sebesar 2 miliar dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement