REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penyakit kanker lebih banyak tumbuh di negara-negara yang belum berkembang, dan berpendapatan rendah. Kabar itu disampaikan peneliti dari National Cancer Institute, Amerika Serikat, Harold E Varmus.
"Hal itu antara lain disebabkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan masih rendah," kata peraih Nobel di bidang penelitian genetika kanker pada 1989 ini, di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kamis (12/7).
Menurutnya, salah satu cara paling umum untuk menghindari kanker adalah dengan tidak merokok. Selain itu, meskipun gen seseorang juga sangat menentukan, obesitas atau kegemukan dan kalori yang berlebihan, sangat mungkin memicu penyakit kanker.
"Dalam konteks tersebut, ilmu pengetahuan penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan memberikan andil dalam pengambilan kebijakan pemerintah terkait dengan penyakit kanker," kata Direktur National Cancer Institute (NCI) itu.
Dikatakannya, ilmu penting bagi masyarakat. Dengan ilmu yang dimiliki dirinya dapat membuat perubahan status sebagai peraih Nobel, sehingga memudahkannya memberikan sumbangan untuk pengambilan kebijakan bagi pemerintah. "Berkaitan dengan hal itu NCI melakukan penelitian kanker di kampus NIH Bethesda, Maryland, dengan melaksanakan kegiatan mendukung penelitian dan pelatihan di seluruh negeri melalui hibah kompetitif sekaligus menyebarkan informasi kesehatan tentang kanker," katanya.
Di kesempatan yang sama, Wakil Menteri Kesehatan, Ali Gufron Mukti mengatakan, Kementerian Kesehatan berperan membuat regulasi dari aspek-aspek beragam mengenai skema asuransi termasuk standarisasi obat-obatan, peralatan medis, dan program kesehatan masyarakat. "Saat ini lebih dari 63 persen populasi masyarakat Indonesia atau lebih dari 139 juta orang telah terlindungi dengan asuransi dan yang terbanyak adalah Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), yakni 32,36 persen dari seluruh populasi," terang dia.