REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -— Para ahli dari International Center for Interdiciplinary and Advanced Research (ICIAR) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan Institute for Environment and Human Security-United Nation University (UNU-EHS) mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan perkotaan, termasuk Jakarta. Pertemuan ini membahas masalah-masalah, di antaranya kerawanan sosial, resiko bencana, krisis, dan perubahan iklim serta masalah yang paling utama adalah banjir.
Prof Jan Sopaheluwakan sebagai Direkturr ICIAR – LIPI, menyatakan optimistis bahwa Jakarta masih layak untuk menjadi ibukota negara. Hal itu terlepas dari tidak layaknya tata ruang di Jakarta.
“Asalkan Jakarta dapat memenuhi empat syarat, yaitu keadilan terhadap lingkungan dan sosial, pemenuhan akan kebutuhan pangan, air, dan energi, adanya konstruksi sosial dan ekonomi yang sehat, serta pembenahan tata ruang,” ungkapnya dalam Workshop Development Pathways for Urban and Rural Coastal Zones, di Bogor, Kamis (12/7).
Workshop ini berlangsung 12-16 Juli 2012. Pertemuan ilmiah ini dihadiri oleh sembilan ahli kelompok kerja untuk mencari model dan roadmap pembangunan di kawasan yang menghubungkan daerah perkotaan dan pesisir. Workshop ini mengkaji kasus-kasus dari beberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Mahakam, dan beberapa kota di belahan dunia lainnya. Kasus-kasus yang dikaji difokuskan ke daerah perkotaan dan pesisir, karena 50 persen penduduk Indonesia tinggal di daerah tersebut.
Dikatakan Jan, tidak dapat dipungkiri bahwa keprihatinan mengenai berbagai kerusakan di kota Jakarta sudah menjadi bagian dari perhatian masyarakat. Jakarta menghadapi masalah sosial, bencana, konflik, krisis, dan perubahan iklim.
Sebagai pelengkap dari kegiatan tersebut, pada 14 Juli, peserta workshop melakukan pantauan dan ekskursi ke Cibodas sebagai daerah penyangga Jakarta. Daerah lainnya yang dilihat adalah Katulampa (Bogor), Pluit, hingga ke Muara Baru.